Adapun materi yang diajarkan pada saat itu adalah tentang seputar pembentukan sikap peradaban batin, perilaku dan juga etika.
Secara tidak langsung, aura kerjaan saat itu membuat rakyat menjadi mempunyai kesadaran untuk belajar.
2. Keraton Yogyakarta Menciptakan Iklim Akademis yang Berbeda
Sugiyanto menulis, predikat kota wisata, kota budaya, dan kota perjuangan yang dimiliki oleh Yogyakarta menciptakan iklim akademis. Sehingga mendukung Yogyakarta untuk disebut sebagai kota pelajar.
Adanya aura keraton juga membuat Kota Yogyakarta dikenal tenang, damai, dan berbudaya. Sehingga apapun yang dilakukan oleh masyarakat setempat akan selalu memikirkan nilai budaya, nilai sosial, dan etika.
BACA JUGA : Tiwul Ayo Mbok Sum, Kuliner Daerah dengan Rasa Otentik yang Terus Terjaga
BACA JUGA : PAFI Kulonprogo Berperan Penting Tingkatkan Kesehatan Masyarakat di Wilayah Kulonprogo
Hal ini dilihat dari penetapan biaya pendidikan, harga sewa kost, harga makan dan lainnya di Yogyakarta yang dikenal murah.
Hal ini juga karena masyarakatnya tidak berpacu pada nilai ekonomi, tetapi justru pada nilai-nilai luhur. Selain itu, adanya kepercayaan terhadap keraton juga memberi konsentrasi belajar penuh dan rasa aman.
3. Banyak Sekolah yang Lahir di Zaman Belanda yang Masih Bertahan Sampai Sekarang
Banyak pengaruh saat Belanda masuk ke Indonesia yang sampai kepada masyarakat, termasuk para raja.
Pengaruh tersebut dalam pendidikan di Yogyakarta mengarahkan soal politik dagang, bahasa, pertanian, politik dagang, kebudayaan, dan hukum.
Banyak sekolah yang didirikan Belanda. Dan sampai sekarang yang masih eksistensi terpelihara yaitu SMA Negeri 3 dan SMP Negeri 5.
Sementara sekolah-sekolah pada zaman Belanda yang berdiri di Yogyakarta dan masih bertahan hingga saat ini yakni Muhammadiyah (1912) dan Perguruan Taman Siswa (1922).
4. Setiap Institusi Pendidikan di Yogyakarta Mempunyai Unsur-unsur Normatif
Institusi pendidikan di Yogyakarta tidak mengabaikan unsur normatif dalam pendidikan, sehingga mampu memberikan pendidikan yang lebih unggul.