Otopsi Ulang

Minggu 17-07-2022,07:35 WIB
Editor : M Sekhun

 

fajar rokhman

Akhirnya tulisannya bersambung juga, walau sempet di ultimatum gak mau nulis lagi masalah penelitian di dalam negeri. Dan masih ada satu lagi abah yang belum di tulis, yang selalu nylempit dikit-dikit di tiap tulisan, yang katanya terlalu sensitif, sehingga harus dicicil nulisnya. Atau emang begitu strateginya, karena terlalu sensitif jadi harus dicicil-cicil dikit2 sambil liat reaksi komentar. Semangat terus menulis ya abah, saya senang baca disway.

 

edi hartono

"Dah lah, Gus. Gak usah bahas anggaran penelitian lagi. Bosen. Sekarang kita bahas agama saja, Gus. Sampean ini kan kiai, ulama, politisi. Cocok lah kalau bahas agama." Ucap Amien. "Yowes lah, daripada gak ada kegiatan. Siang2 di surga gini juga mau ngapain. Sampean juga ulama dan politisi. Jadi cocok." "Iya, Gus. Saya ini heran. Kenapa ya walaupun ustad dunia sekarang ini senang cerita kejayaan islam, hafal nama ilmuwan2 besar jaman dulu, Ibnu Sina, al khawrizmi, al kindi, al farabi, dll, tetapi tdk muncul generasi islam selevel ilmuwan jaman dulu itu." Amien memulai pembahasan dgn pertanyaan. "Ya karena goblok2 to," Ucap Gus Dur. "Goblok piye to, Gus?" "Goblok karena ajaran agama dipersempit. Belajar agama diartikan sebatas belajar fikih, hadis, hafal qur'an dan semacaamnya. Gitu tok. Gak nyambung to? Kalau bangga punya Al Khawrizmi, harusnya dipahami ilmu logika dan matematika itu juga termasuk ilmu agama. Kalau bangga punya Ibnu Sina, harusnya orang belajar kedokteran itu juga dipahami sebagai belajar ilmu agama, dipahami sebagai ibadah, juga dapat pahala sama seperti ngapalin al Quran, ilmu hadis dll itu. Lha sekarang kan tidak. Ngaji Al Quran dianggap ibadah dan dpt pahala, tetapi belajar matematika dianggap ilmu dunia dan tdk dapat pahala." "Sesudah itu malah nggremeng, kenapa jaman sekarang tidak muncul ilmuwan2 besar lagi." "Dasar gemblung," Ucap Gus Dur sambil tertawa kecut. "Iya, aneh, untung kita sudah disini." Mereka tertawa bersama2. Tertawa jengkel! 

 

Jimmy Marta

Bukan saya ahli hiu. Atau suka makan hiu. Atau sy manusia kelas hiu. Bukan itu yg buat sy tertarik hiu. Kalau ikan sy sukanya malah yg kecil2. Sebesar jari. Teripun boleh Hehe... Waktu tugas di satu propinsi di utara sulawesi benar2 berkesan. Di laut pantai botubarani kab. bonbol. Naik perahu nelayan khusus wisata paus. Hiu dipanggil dg cara perahu diketok2 pakai pendayung. Saat muncul sang hiu bisa di elus2, jinak. Mulut menganga diberi makanan yg disiapkan.... wah... ngeri2 takut... hihi.. Gimana coba...! hiu nya.banyak. jaraknya dekat. ukurannya lebih besar dari perahu....sensasional sekali. Hiu paus adalah jenis yg dilindungi penuh di indobesia. Ada empat jenis lainnya dibuat terbatas. Hiu martii, hiu koboy, martil tipis dan yg satu lagi.... Hidup hiu...!

 

Dodik Wiratmojo

Butuh 100 juta sampai ke jepang, padahal biaya penelitian studi ilmu ekonomi di universitas swasta 150jutaan, itupun tanpa alat2 laborat, penelitian terbentur agama,dan satu satunya jalan hanya dengan itu, konsultasi dengan ulama, bersinergi, jika ada ulama yang mendampingi,mgkn tidak ada apa apa.. Ini lucu tapi serius, Semoga ikan lele tidak menularkan covid, jutaan pedagang pecel lele bakal gulung tikar.. Belum peternaknya :)

 

Er Gham

Saya penasaran. Saat masih menjadi mahasiswa, apakah Prof Mikra dan Prof Nidom aktif dalam suatu kegiatan unit kemahasiswaan. Jika ada, apa saja unit kegiatan mereka masing masing. Prof Nidom lebih ulet sepertinya dalam mencari dana penelitian. Dan lebih berpikir merdeka. Juga berani mengambil keputusan. Bukan tipe Prof yang sekedar cari aman dalam berkehidupan. Tidak peduli uang pensiun bulanan. Merdeka. Mandiri. Upayanya Senyap, Tepat, Cepat dalam mencari dana penelitian. Semoga terus Berani, Benar, Berhasil. 

 

Kategori :

Terkait

Sabtu 16-09-2023,04:58 WIB

Tercepat Unggul

Jumat 15-09-2023,05:00 WIB

Ruang 48

Kamis 14-09-2023,05:46 WIB

Hilirisasi Kristalina

Selasa 12-09-2023,05:16 WIB

Marcia Ann

Senin 11-09-2023,04:45 WIB

Boyongan Kapal