Api Perlawanan Tidak Benar-Benar Mati, Mahasiswa Jogja Turun ke Jalan Tolak KUHAP

Api Perlawanan Tidak Benar-Benar Mati, Mahasiswa Jogja Turun ke Jalan Tolak KUHAP

Gozi, Humas Aliansi Jogja Memanggil, saat ditemui di Tugu Yogyakarta, Jumat (21/11/2025), menolak revisi KUHAP dan wacana Soeharto pahlawan.--Foto: Kristiani Tandi Rani/diswayjogja.id

YOGYAKARTA, diswayjogja.id - Aliansi Jogja Memanggil menggelar aksi damai di Tugu Yogyakarta, Jumat (21/11/2025), sebagai bentuk penolakan terhadap revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan wacana pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan nasional. 

Aksi ini sekaligus menjadi pengingat bahwa meski gerakan mahasiswa dilemahkan oleh penangkapan dan intimidasi, semangat perlawanan masih terjaga.

“Setelah banyak penangkapan dan intimidasi, gerakan jadi dilemahkan. Tapi saya berharap dengan adanya aksi dari Aliansi Jogja Memanggil, setidaknya api perlawanan ini tidak benar-benar mati, masih ada yang menjaga bara perjuangan,” kata Humas Aliansi Jogja Memanggil, Gozi.

Isu pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan nasional menjadi salah satu sorotan utama. 

“Secara umum, isu ini tentu membuat masyarakat resah dan bertanya-tanya. Banyak yang merasa risih karena sejarah pelanggaran HAM, korupsi, dan represi di era Orde Baru masih sangat jelas," ucapnya. 

Ia menegaskan bahwa aksi hari ini memiliki dua tujuan utamanya yaitu menolak revisi KUHAP dan menyuarakan penolakan terhadap wacana pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto. 

BACA JUGA : 3 Tahun Tragedi Kanjuruhan, Aliansi Jogja Memanggil Tuntut Adili Pelaku Tragedi

BACA JUGA : Aliansi Jogja Memanggil Kirim Surat ke 6 Lembaga Negara, Desak Reformasi Polri dan Pembebasan Aktivis

“Pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan nasional itu menurut saya tidak seharusnya terjadi, karena dia terlibat dalam banyak pelanggaran HAM dan menjadi dalang dalam banyak tindakan represif pada masa Orde Baru,” tuturnya. 

Ia menilai RUU KUHAP dinilai membungkam suara rakyat. 

“Yang paling akan terdampak dan disengsarakan oleh RUU ini adalah teman-teman di jalanan, aktivis, dan masyarakat yang bersuara. Mereka bisa langsung digeledah, ditangkap tanpa prosedur yang jelas hanya karena menyatakan pendapat,” ujarnya. 

Ia menekankan bahwa RUU ini memperlihatkan kecenderungan pemerintah semakin anti kritik. 

“Situasinya seperti membawa kita kembali ke zaman Orde Baru, era militeristik, di mana orang yang mengkritik bisa hilang dan yang diam dianggap aman. Dengan RUU ini juga terlihat bahwa pemerintah semakin anti kritik,” jelasnya.

Meskipun ada tekanan dan ancaman, ia menegaskan prinsip perlawanan yang dipegang para aktivis. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait