Tradisi Mitoni Jadi Inovasi Budaya untuk Cegah Stunting di Kota Yogyakarta

Tradisi Mitoni Jadi Inovasi Budaya untuk Cegah Stunting di Kota Yogyakarta

Wakil Wali Kota Yogyakarta, Wawan Harmawan (kiri) berpartisipasi dalam prosesi tradisi Mitoni di di Grha Pandawa, Kompleks Balai Kota Yogyakarta, Kamis (13/11/2025), digelar untuk menekan angka stunting melalui pendekatan berbasis kearifan lokal.--Dok. Pemkot YK

YOGYAKARTA, diswayjogja.id - Untuk menekan angka stunting melalui pendekatan berbasis kearifan lokal, sejumlah perempuan mengikuti kegiatan Pendampingan dan Fasilitasi bagi Ibu Hamil dan Pasca Salin melalui Kearifan Budaya Lokal “Mitoni”, di Grha Pandawa, Kompleks Balai Kota Yogyakarta, Kamis (13/11/2025).

Prosesi Mitoni, menurut dr. Fauzan Achmad Maliki, memiliki makna edukatif yang selaras dengan prinsip kesehatan ibu hamil.

“Dari sisi gizi, ibu hamil harus mengonsumsi makanan bergizi seimbang seperti karbohidrat, protein, sayur, dan buah. Tradisi Mitoni sendiri sebenarnya sudah mengandung pesan gizi seimbang, seperti adanya tumpeng dan rujak yang kaya sayuran serta buah-buahan,” ujarnya dalam sesi workshop. 

Dia menegaskan, budaya lokal seperti Mitoni bisa menjadi media efektif untuk edukasi gizi dan kesehatan masyarakat.

BACA JUGA : DPRD DIY Dorong Percepatan Penanganan Stunting, Setiap Kelurahan di Yogyakarta Dapat Rp 100 Juta

BACA JUGA :  Wamendiktisaintek Fauzan Ajak Kampus Aktif Atasi Kasus MBG dan Stunting

Dengan memadukan nilai budaya dan edukasi kesehatan, diharapkan kegiatan Mitoni dapat memperkuat kesadaran masyarakat tentang pentingnya pencegahan stunting sejak dini, sekaligus melestarikan warisan budaya Jawa yang sarat makna.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta, Retnaningtyas, menjelaskan kegiatan ini merupakan bentuk integrasi antara nilai-nilai budaya dan edukasi kesehatan ibu-anak.

“Kegiatan ini adalah kolaborasi budaya dan program pemerintah untuk menurunkan angka stunting di Kota Yogyakarta. Berdasarkan data Kemenkes 2024, angka stunting masih 14,8 persen. Namun, data e-PPGBM per Oktober 2025 menunjukkan penurunan menjadi 9,7 persen,” paparnya.

Menurutnya, masa kehamilan adalah periode emas pencegahan stunting. Status gizi dan kesehatan ibu hamil sangat mempengaruhi tumbuh kembang janin. Karena itu, pendampingan berkelanjutan dari masa pranikah hingga pasca persalinan sangat penting.

BACA JUGA : Percepat Penurunan Stunting di DIY, Sri Paduka Dukung Periode Pengasuhan HPK

BACA JUGA : Sleman Waspada Stunting, Asap Rokok dan Kekurangan Gizi Jadi Ancaman Anak Sejak Dini

“Salah satu faktor risiko utama stunting adalah kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi, rendahnya pemeriksaan kehamilan, serta minimnya dukungan keluarga. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Peran keluarga dan lingkungan sangat penting,” tuturnya.

Retnaningtyas menambahkan, hingga kini terdapat 495 Tim Pendamping Keluarga (TPK) di Kota Yogyakarta yang aktif mendampingi calon pengantin, ibu hamil, hingga anak balita. Ia optimistis angka stunting dapat ditekan di bawah lima persen dengan dukungan lintas sektor.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait