Kadipaten Pakualaman Larung Gunungan Hasil Bumi Hingga Pakaian di Pantai Glagah

Kadipaten Pakualaman Larung Gunungan Hasil Bumi Hingga Pakaian di Pantai Glagah

Kadipaten Pakualaman menggelar upacara adat Hajad Dalem Labuhan di Pantai Glagah.-DOK-

DISWAYJOGJA - Kadipaten Pakualaman menggelar upacara adat Hajad Dalem Labuhan di Pantai Glagah, Temon, Kulonprogo, Rabu, 17 Juli 2024. Tujuan utama tradisi sakral tersebut untuk mengharap kemakmuran kepada Tuhan. Sekaligus membuang hal-hal buruk atau negatif yang disimbolkan dengan melarung ubarampe gunungan mulai dari hasil bumi hingga pakaian.

Dalam upacara adat labuhan tersebut, diawali dengan doa bersama di Pesanggrahan Pakualaman Glagah, sekitar pukul 09.00 WIB. Selanjutnya kirab ubarampe gunungan menuju Joglo Pakualaman di tepi Pantai Glagah yang berjarak kurang lebih tiga kilometer. Kirab tersebut dikawal bregada lombok abang dan bregada plangkir diikuti masyarakat umum.

BACA JUGA:Sedekah Bumi, Ribuan Warga Pesurungan Kidul Kota Tegal Berebut Isi Gunungan

Tiba di lokasi, dua gunungan berisi hasil bumi meliputi padi, palawija, dan sayuran serta satu ubarampe berisi pakaian bekas keluarga Pakualaman didoakan lalu diarak ke arah pantai untuk dilarung. Pada momen inilah, warga maupun wisatawan yang sedari tadi mengikuti seluruh prosesi upacara diperkenankan untuk mengambil ubarampe gunungan tersebut.

Abdi Dalem Pura Pakualaman Urusan Kapanitran KMT Sestrodiprojo menjelaskan, larung ubarampe gunungan ini merupakan bentuk cara melestarikan tradisi warisan leluhur yang dikenal dengan istilah Labuhan Sukerto. ”Tradisi labuhan ini rutin diselenggarakan setiap tahun pada tanggal 10 bulan Suro kalender Jawa atau hari ke-10 pada bulan Muharram kalender Hijriah,” ungkapnya.

KMT Sestrodiprojo mengatakan, labuhan kali ini berbeda dari sebelumnya, karena pada saat pandemi hanya prosesi melarung. Labuhan Pura Pakualaman kali ini prosesinya agak lengkap, mulai dari serah terima, doa bersama kirab hingga prosesi puncak larung yang disebut Larung Sukerto atau kotoran guna membuang atau melarung hal-hal.yang bersifat negatif maupun buruk alias buang sial.

”Ada lima ubarampe yang dilarung kali ini dengan dua ubarampe berbentuk gunungan. Gunungan pertama berisi hasil bumi dan gunungan kedua berupa padi. Sedangkan ubarampe lainnya berisi pakaian dari Sri Paduka KGPAA Paku Alam, Garwa Dalem dan keluarga serta nasi tumpeng hingga buah-buahan seperti pisang dan kelapa,” tuturnya.

BACA JUGA:Hajad Dalem Grebeg Besar Perayaan Idul Adha, Warga Berebut Ubarampe Gunungan Kakung

Sestrodiprojo mengatakan, labuhan ini bermakna menbuang sukerto atau regetan (kotoran). Jadi dari alam kembali ke alam kembali supaya hal-hal buruk itu akan pudar. Labuhan ini dilakukan di Pantai Glagah yang merupakan wilayah Kadipaten Pakualaman.

Dia berharap, dengan membuang sukerto ini, Kadipaten Pakualaman dan masyarakat sekitar bisa hidup sejahtera atau gemah ripah loh jinawi. ”Larung gunungan merupakan bentuk dan cara melestarikan tradisi warisan leluhur yang rutin diselenggarakan setelah 10 melewati peringatan 1 Muharam atau dimulainya tahun baru dalam hitungan kalender Jawa. Tradisi labuhan yang sudah berlangsung cukup lama di Kadipaten Pakualaman ini merupakan upacara adat guna membersihkan segala sesuatu berkaitan dengan perjalanan hidup sebelumnya," terangnya.

Hadir dalam acara tersebut, keluarga dan kerabat Kadipaten Pakualaman serta masyarakat umum termasuk wisatawan. Masyarakat maupun wisatawan datang untuk menyaksikan prosesi adat ini, sekaligus berharap mendapatkan ubarampe gunungan dilarung ke laut selatan.

Salah satunya warga Girigondo Wates, Purjiyem bersama anaknya rela mengayuh sepeda untuk mengikuti prosesi labuhan Pakualaman. Tak sia-sia menanti, ia pun mendapatkan ubarampe gunungan berupa kacang tanah, kacang panjang dan cabai. Rencananya ubarampe tersebut akan ditanam kembali supaya menghasilkan.

Dirinya mengaku senang dan beruntung selalu mendapatkan ubarampe berupa sayur mayur setiap kali mengikuti labuhan. ”Saya sangat senang dapat sayuran dan padi, semoga dapat berkah dan lancar rezekinya," ujar Farida Ambarwati dari Purworejo. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: