Kenaikan Takhta Sri Sultan Diawali Kirab Berkuda Trunajaya, Warga Antusias

Kenaikan Takhta Sri Sultan Diawali Kirab Berkuda Trunajaya, Warga Antusias

Warga antusias melihat Kirab Budaya Trunajaya -DOK.-

DISWAYJOGJA – Hari ulang tahun ke-35 penobatan Sri Sultan Hamengku Buwono X dan GKR Hemas dalam tahun masehi digelar Kirab Trunajaya, Kamis sore, 7 Maret 2024. Istimewanya, kirab budaya tersebut diikuti para penari Beksan Trunajaya yang berkuda diiringi bregada prajurit Keraton Yogyakarta.

Sebanyak 43 kuda disiapkan para Abdi Dalem Keraton Yogyakarta untuk kendaraan para penari selama mengikuti kirab. Kirab budaya tersebut menempuh jarak sekitar 2,5 kilometer, mulai dari Halaman Kantor DPRD DIY hingga Kompleks Pagelaran Keraton Yogyakarta. Kirab budaya itu pun mendapatkan antusiasme luar biasa masyarakat. 

BACA JUGA:Gubernur DIY Sri Sultan; Kedaulatan Negara Jadi Katalis Kedaulatan Rakyat

”Para penari Beksan Trunajaya yang ikut kirab akan tampil dalam pembukaan Pameran Abhimantrana pada Jumat malam, 8 Maret 2024. Beksan Trunajaya ini sudah lama sekali tidak dipentaskan, sekitar 80 tahun lebih tidak keluar. Sekarang Beksan Trunajaya dipentaskan

memperingati Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan HB X dan GKR Hemas," ungkap Penghageng Kawedanan Kridhamardawa sekaligus Penghageng Kawedanan Kaprajuritan Keraton Yogyakarta, KPH Notonegoro.

Kanjeng Notonegoro mengatakan, Beksan Trunajaya merupakan sebuah mahakarya seni tari Yasan Dalem (ciptaan) Sri Sultan HB I (1755-1792). Setiap 7 Maret, Keraton Yogyakarta selalu menampilkan beksan-beksan seperti ini untuk pembukaan pameran sejak 2019. Pada waktu itu, Beksan Trunajaya hanya ditampilkan sepenggal, yaitu Lawung Ageng.

BACA JUGA:7 Makna Penting Perayaan Kirab Kebangsaan Indonesia

Lalu pada 2020, setelah persiapan dan latihan sebetulnya Beksan Trunajaya akan ditampilkan. Namun terjadi pandemic, sehingga ditunda. Akhirnya Beksan Trunajaya akan ditampilkan sewaktu Pembukaan Pameran Temporer Abhimantrana setelah melalui persiapan selama 4 tahun. 

”Karya ini terinspirasi dari perlombaan watangan, yakni latihan ketangkasan berkuda dan memainkan tombak yang biasa dilakukan Abdi Dalem Prajurit pada masa lalu. Perlombaan ini dilakukan tiap hari Sabtu atau Seton, menggunakan lawung sebagai senjata menjatuhkan lawan dan diadakan di Alun-alun Utara dengan menggunakan Gamelan Kanjeng Kiai Guntur Laut dan Gendhing Monggang," tuturnya.

Selain faktor perlombaan watangan, Kanjeng Notonegoro menyatakan, Beksan Trunajaya dilakukan Bregada Nyutra, bregada terpanjang yang ada di Keraton Yogyakarta. 

Bregada tersebut dibagi beberapa seksi, yaitu Tambak Boyo, Waning Boyo, Waning Pati, Sumoatmojo dan Trunajaya. Masing-masing seksi memiliki dan menggunakan senjata yang berbeda-beda. Secara khusus, permainan watangan dimainkan dengan seksi prajurit paling akhir, yakni Trunajaya yang menggunakan senjata lawung.

BACA JUGA:Mau Tahu Rahasia di Balik Kekayaan Para Milyuner? Ternyata Mereka Menabung di Bank!

Beksan Trunajaya terdiri dari Lawung Alit, Lawung Ageng, dan Sekar Medura. Peran penari pada Lawung Ageng dan Lawung Alit hampir sama dan menggunakan lawung, yang terdiri dari Botoh, Lurah, Jajar, Ploncon dan Salaotho. Hanya yang membedakan pada adanya adegan seperti layaknya taruhan pada Lawung Alit. Sedangkan Sekar Medura merupakan puncak dari Beksan Trunajaya berupa pesta setelah latihan dan perlombaan watangan.

"Gerakan-gerakan Beksan Trunajaya mengandung unsur heroik, patriotik, dan berkarakter maskulin. Dialog yang digunakan dalam tarian merupakan campuran dari bahasa Madura, Melayu, dan Jawa yang umumnya adalah perintah-perintah dalam satuan keprajuritan," imbuhnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: