Agus Heruanto Hadna Dikukuhkan Jadi Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM

Agus Heruanto Hadna Dikukuhkan Jadi Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM

Prof Dr sc pol Agus Heruanto Hadna MSi dikukuhkan menjadi Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Kamis, 22 Februari 2024, di Balai Senat UGM.-DOK.-

SLEMAN, DISWAYJOGJA – Prof Dr sc pol Agus Heruanto Hadna MSi dikukuhkan menjadi Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Kamis, 22 Februari 2024, di Balai Senat UGM. Hadir dalam kesempatan itu, Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam X.

Dalam kesempatan itu, Agus memaparkan pidatonya yang berjudul ‘Inovasi Kebijakan dan Ketimpangan Sosial Ekonomi’. Agus mengatakan, perhatian publik terhadap inovasi kebijakan dan pengaruhnya terhadap tingkat equality atau kesetaraan dalam masyarakat, semakin lama semakin meningkat. 

Di Indonesia sendiri sebagian besar publik menilai inovasi kebijakan selalu dikaitkan dengan pelayanan publik.

BACA JUGA:UGM Berduka, Guru Besar Profesor Samekto Tewas Terseret Ombak Saat Berfoto di Pantai Indrayanti

“Respon publik ini sangat lumrah, karena mereka sangat membutuhkan layanan publik yang berkualitas secara merata. Karena itu, isu keadilan dalam layanan publik masih menjadi isu sensitif di sebagian besar masyarakat dalam menilai kinerja pemerintah. Meski pemerintah sesungguhnya sedang melakukan inovasi secara masif pada hampir semua jenis layanan publik,” jelas Agus.

Pakar Kebijakan Publik itu menuturkan, inovasi memang bisa mendorong kesejahteraan meningkat, tapi banyak juga bukti yang seakan memberi peringatan bahwa inovasi juga bisa mendorong income inequality yang lebih meningkat. Benar adanya jika inovasi kebijakan memiliki dua sisi mata pisau yang menghasilkan dampak perlawanan.

”Pada sisi positif, inovasi kebijakan mampu mendorong perubahan sosial, yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun di sisi lain justru bisa menimbulkan dampak negatif, yakni mendorong ketimpangan sosial ekonomi di antara kelompok masyarakat. Misalnya saja, adanya pengaruh dari faktor industrialisasi dan urbanisasi, ataupun faktor monopoli ilmu pengetahuan dan teknologi,” imbuh Agus.

BACA JUGA:Berikan Pelayanan Hukum ke Lurah dan Perangkat, Pemda DIY MoU dengan Kejati dan UGM

Agus menambahkan, globalisasi merupakan mediator penting dalam mempengaruhi hubungan antara inovasi dan ketimpangan pendapatan. Dalam hal ini, peran inovasi kebijakan ialah untuk mendorong ke arah perubahan sosial ekonomi secara adil dan merata di dalam masyarakat melalui pilihan kebijakan yang tepat. 

Pilihan inovasi kebijakan yang salah justru akan menyebabkan ketimpangan pendapatan antar kelompok masyarakat. Lulusan Doktor Administrasi Publik Universitas Duisburg-Essen, Jerman ini menegaskan, dengan menggunakan pemikiran Rawl tentang keadilan dalam kebijakan publik, sudah semestinya inovasi kebijakan harus mempertimbangkan model kebijakan distributif dan redistributive. Hal ini untuk menjamin proses yang adil dan hasil inovasi kebijakan yang pro pada keadilan.

BACA JUGA:Peringatan Dies Natalis UGM ke-74, HB IX Award Segera Digelar

“Saya tidak sependapat jika inovasi kebijakan diserahkan seutuhnya pada pasar. Dalam sejarah Indonesia, hingga saat ini belum mampu menyelesaikan inequality, maka akan sangat berbahaya jika inovasi kebijakan hanya mempertimbangkan sepenuhnya aspek pasar. Karena itu, sangat penting untuk memperdalam dan memperluas literasi publik tentang kebijakan, sehingga publik tidak mudah ditipu oleh kebijakan siapapun dari rezim yang berkuasa,” papar pria kelahiran Purwokerto ini. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: