Kasus Suap Haryadi Suyuti Makin Panjang, Pemkot Jogja Diminta Mengaudit Perizinan yang Sempat Berpolemik

Kasus Suap Haryadi Suyuti Makin Panjang, Pemkot Jogja Diminta Mengaudit Perizinan yang Sempat Berpolemik

Haryadi Suyuti seusai ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus suap IMB apartemen Royal Kedhaton. Foto: jogja.jpnn.com, --

YOGYAKARTA (Disway Jogja) - Publik mempertanyakan pembangunan lainnya yang diduga bermasalah pasca mencuatnya kasus suap izin mendirikan bangunan (IMB) apartemen Royal Kedhaton yang menjerat mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun didesak sejumlah pihak untuk menyelidiki izin-izin pendirian hotel dan apartemen semasa kepemimpinan Haryadi Suyuti.

Beberapa perizinan yang dahulu sempat berpolemik, diminta agar Pemerintah Kota Yogyakarta mengauditnya kembali.

Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) berharap KPK tidak berhenti di kasus apartemen Royal Kedhaton semata.

Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman mengatakan pembangunan hotel selama dua periode kepemimpinan Haryadi Suyuti sering mengabaikan aspek lingkungan.

"Kasus ini menjadi awal membersihkan Yogyakarta dari tindak pidana korupsi yang sangat akut dan juga pembangunan yang ugal-ugalan tanpa memperhatikan aspek lingkungan," ujar Zaenur di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Kamis (9/6).

Untuk membersihkan Yogyakarta dari korupsi, menurut Zaenur, lembaga antirasuah itu perlu membongkar potensi korupsi dalam proses perizinan lainnya, termasuk di sektor perhotelan.

Pria yang biasa disapa Zein itu mengungkapkan bahwa tidak kurang dari 104 hotel telah dibangun selama 10 tahun kepemimpinan Haryadi Suyuti.

"Perlu membongkar 104 perizinan lainnya di Kota Yogyakarta dan juga melihat kemungkinan adanya tindak pidana. Itu tugas KPK," katanya.

Salah satu metode yang bisa digunakan KPK untuk membongkar potensi korupsi itu, menurut dia, adalah dengan menggunakan pendekatan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

"Bisa membongkar aliran dana, selama ini mendapat penerimaan dari siapa saja dan mengalir ke mana saja sehingga bisa dikejar lebih lanjut agar terbongkar yang lain-lain," ucap Zein.

Berdasarkan penelitian Pukat UGM terhadap kasus-kasus korupsi yang ditangani KPK, menurut Zein, biasanya seorang tersangka korupsi ditangkap setelah kesekian kali menerima suap atau gratifikasi.

"Jarang orang baru pertama menerima (suap atau gratifikasi) langsung ditangkap KPK," ungkap Zaenur. Dia yakin KPK paham cara membongkar kasus suap dan gratifikasi yang skalanya besar.

Selain membongkar potensi korupsi lainnya, Pukat UGM berharap KPK memanfaatkan momentum pengungkapan kasus suap mantan Wali Kota Yogyakarta itu untuk menggencarkan program pencegahan korupsi.

"Ini saat yang paling baik untuk KPK membuat program-program pencegahan di Yogyakarta pascapenindakan sehingga ke depan tidak terjadi lagi, tidak ada pengulangan," kata Zaenur menambahkan.

Haryadi Suyuti terkena OTT KPK pada Kamis (2/6) lalu, tepat 11 hari setelah dia purnajabatan sebagai Wali Kota Yogyakarta. (antara/jpnn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: jpnn.com