RT 18 Patangpuluhan Jadi Percontohan Pemilahan Sampah Rumah Tangga di Kota Jogja

RT 18 Patangpuluhan Jadi Percontohan Pemilahan Sampah Rumah Tangga di Kota Jogja

Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo (dua dari kanan), menunjuk lokasi RT 18 Patangpuluhan Wirobrajan, yang ditetapkan sebagai percontohan pemilahan sampah rumah tangga di Kota Yogyakarta, Jumat (14/11/2025).--Foto: Anam AK/diswayjogja.id

Hasto menambahkan, di RT 18 mekanisme penanganan sampah lebih lengkap karena tersedia pula depo residu sebagai tempat penampungan sementara sebelum diangkut.

Pemkot Yogyakarta berencana melanjutkan pengembangan sistem pemilahan sampah ini ke lebih banyak wilayah, dengan harapan dapat memperkuat pengelolaan sampah berbasis masyarakat dan mengurangi beban penanganan di hilir.

BACA JUGA : Kucurkan Rp200 Juta, Pemkot Yogyakarta Benahi RTH Publik dan Kelola Sampah Organik

BACA JUGA : Pembangunan PSEL, DLHK DIY Pastikan Daerah Siap dan Kompak Penuhi Target Sampah 1.000 Ton

Sementara itu, Ketua RT 18 Patangpuluhan, Asep Rinto, menjelaskan bahwa masa panen pupuk organik dari geopori membutuhkan waktu minimal empat bulan.

“Kurang lebih 60 kilo per lubang. Panennya sekitar empat bulan sekali. Ini 10 lubang dan bisa untuk 50 KK,” ujar Asep.

Pada tahap awal, warga akan menggunakan satu lubang terlebih dahulu. Jika sudah penuh, pemrosesan berlanjut ke lubang berikutnya. Hasil pengolahan sampah organik nantinya dimanfaatkan untuk kebutuhan warga, termasuk sebagai pupuk tanaman, dan berpotensi dijual jika produksinya stabil.

Asep menjelaskan mekanisme operasional pengumpulan sampah organik. Setiap kepala keluarga (KK) akan menerima satu ember untuk menampung sampah organik, sebelum disetor ke lubang geopori.

BACA JUGA :  Depo Sampah di Yogyakarta Mulai Kosong, Program Emberisasi Dinilai Berhasil Kurangi Bau dan Timbunan

BACA JUGA : Atasi Masalah Sampah, Mahasiswa UGM Ciptakan Wormy Box yang Bikin Cacing Jadi Pahlawan Lingkungan

“Setiap KK dikasih satu ember. Maksimal dua hari harus disetorkan ke lubang, supaya tidak muncul belatung. Warga membawa sendiri ke sini,” katanya.

Selama masa uji coba satu hingga dua bulan, sampah yang disetorkan warga akan ditimbang untuk mengetahui rata-rata timbulan sampah per KK maupun kapasitas optimal per lubang geopori.

Sebelum program percontohan ini, RT 18 sempat menggunakan skema Mas JOSS, tetapi belum optimal karena hanya ada satu ember per RT. Melalui model baru yang lebih lengkap, Asep berharap pengelolaan sampah dapat berjalan lebih efektif.

Meski sistem telah disiapkan, Asep mengakui tantangan terbesar tetap pada kesadaran warga dalam memilah sampah dan disiplin menyetorkan secara rutin.

“Tantangannya itu kesadaran warga. Tapi kami sudah beberapa kali sosialisasi. Mudah-mudahan dengan program ini masalah sampah bisa tertangani dengan baik dan hasilnya kembali untuk warga,” tandasnya. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: