Penambang Sungai Progo Tunggu Audiensi dengan Sri Sultan, Desak Revisi Aturan Tambang Rakyat

Penambang Sungai Progo Tunggu Audiensi dengan Sri Sultan, Desak Revisi Aturan Tambang Rakyat

Ratusan penambang dari PPPS menggelar aksi di depan Kantor Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) DIY, Rabu (15/10/2025), mereka menolak aturan baru yang melarang penggunaan alat bantu dalam Izin Pertambangan Rakyat (IPR). --Foto: Anam AK/diswayjogja.id

“Kalau padat karya cuma bisa menampung 100 orang, enggak mungkin cukup. Kami sudah bertahun-tahun menambang, enggak salah, dan enggak mungkin langsung beralih begitu saja,” terangnya. 

Dia juga menepis tuduhan bahwa aktivitas tambang rakyat menyebabkan kerusakan lingkungan. Menurutnya, setiap izin penambangan sudah melalui kajian tata ruang dan tidak menggunakan bahan berbahaya.

BACA JUGA : 269 Tahun Kota Yogyakarta: Hasto Wardoyo Fokus Benahi Sampah, Sungai, dan Penataan Malioboro

BACA JUGA : 700 Angler Padati Sungai Progo, Bantul Siap Jadi Pusat Sport Tourism Jogja

“Kalau berdampak ke lingkungan, izin kami enggak mungkin lolos tata ruang. Kami ini skala kecil, enggak pakai bahan peledak,” imbuh Agung.

Agung menambahkan, dari total penambangan di sungai Progo, hanya sekitar 25 persen yang merupakan penambangan rakyat dengan Izin Pertambangan Rakyat (IPR), sedangkan 75 persen lainnya dikuasai oleh perusahaan besar yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan menggunakan alat berat.

“Justru yang besar-besar itu yang pakai alat ekskavator. Kalau yang rakyat dilarang pakai pompa, kan aneh. Padahal yang baru itu sudah boleh pakai alat sedot asal tidak pakai bahan peledak,” pungkasnya.

Sebelumnya, ratusan penambang dari PPPS menggelar aksi di depan Kantor Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) DIY, Rabu (15/10/2025). 

BACA JUGA : Sri Sultan dan Wali Kota Tebar Benih Ikan di Sungai Code untuk Pelestarian Lingkungan

BACA JUGA : Sri Sultan Minta Wali Kota Pasang Trash Barrier di Sungai Code Bagian Selatan

Aksi protes ini dipicu oleh penolakan terhadap aturan baru yang melarang penggunaan alat bantu dalam Izin Pertambangan Rakyat (IPR). 

Sejak pukul 10.00 WIB, massa penambang berdatangan membawa puluhan truk yang diparkir berjajar di sepanjang Jalan Solo Km 6, Sleman. 

Aksi itu sempat menyebabkan kemacetan panjang di kawasan tersebut. Situasi sempat memanas ketika sejumlah truk memblokir halaman kantor BBWSSO DIY dan akses jalan di depannya. Namun ketegangan mereda setelah negosiasi antara perwakilan penambang dan petugas Satlantas, hingga akses jalan kembali dibuka.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: