Sound Horeg Ancam Pendengaran Permanen, Dokter THT UMY Beri Peringatan Keras

Sound Horeg Ancam Pendengaran Permanen, Dokter THT UMY Beri Peringatan Keras

Dosen sekaligus Dokter Spesialis THT Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dr. Rizka Fakhriani, mengungkapkan paparan suara dari sound horeg tidak sebanding dengan hiburan yang disajikan.--dok. UMY

“Orang yang paling rentan mengalami gangguan pendengaran akibat paparan bising di sound horeg adalah mereka yang sering terpapar suara keras secara langsung, seperti anak muda yang sering hadir di acara keramaian atau konser-konser yang menggunakan sound horeg,” jelasnya.

Gejala Awal dan Bahaya Lanjutan

Selain gangguan pendengaran permanen, paparan sound horeg yang intens dan keras juga dapat memicu masalah kesehatan lain, seperti telinga berdenging (tinnitus) yang merupakan gejala awal gangguan pendengaran.

BACA JUGA : Drone Inovasi FT UMY Siap Bantu Penanganan Bencana Tanpa GPS

BACA JUGA :  Berlangsung Dua Hari, UMY Career Fair 2025 Ajak Mahasiswa Siapkan Endurance Skill

Gejala lain termasuk di antaranya: telinga terasa penuh, penurunan kemampuan mendengar suara halus, sensitivitas berlebih terhadap suara keras, pusing (vertigo), gangguan tidur, peningkatan stres, hingga perubahan mood.

“Paparan berulang dengan intensitas tinggi juga dapat menyebabkan kerusakan progresif dalam hitungan hari atau minggu, dan bersifat kumulatif jika terus-menerus terpapar tanpa pelindung,” terangnya.

Untuk meminimalkan risiko, Rizka menyarankan masyarakat untuk menggunakan pelindung telinga (earplug atau earmuff), membatasi durasi paparan, menjaga jarak dari sumber suara, serta rutin memeriksakan pendengaran. 

Jarak aman dan durasi maksimum paparan sangat bergantung pada intensitas suara.

“Untuk 85 desibel, aman hingga 8 jam; 100 desibel hanya 15 menit; sedangkan 110-120 desibel dari sound horeg sangat singkat, hanya beberapa menit saja,” jelasnya.

BACA JUGA : Pemerintah Dorong Mahasiswa Jadi Pengusaha, Gaspol Goes to Campus Dimulai dari UMY

BACA JUGA : Qanun Bendera Aceh Buntu, Pakar UMY Ajak Pemerintah Gelar Dialog Konstruktif

Menyikapi fenomena ini, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UMY, melihat ini sebagai isu penting dan meresponsnya dengan langkah preventif, seperti ikut aktif dalam menyelenggarakan sosialisasi dan penyuluhan mengenai risiko kebisingan serta cara melindungi pendengaran. 

Edukasi ini menyasar anak muda dan kelompok rentan, melibatkan penyebaran informasi praktis dan berbasis bukti untuk meningkatkan kesadaran publik.

“Pesan saya untuk masyarakat luas, khususnya generasi muda, adalah memahami pentingnya menjaga kesehatan pendengaran,” pungkas dr. Rizka. 

Ia menekankan perlunya membatasi paparan suara keras, menggunakan pelindung telinga, dan tidak mengabaikan tanda-tanda awal gangguan pendengaran. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: