Dee Lestari Bongkar Rahasia Warna Hijau dan Makna Keselarasan di Balik Buku Selaras

Minggu 30-11-2025,19:20 WIB
Reporter : Kristiani Tandi Rani
Editor : Syamsul Falaq

BACA JUGA : Tindes Art dan Andong Buku Rayakan Seni, Literasi dan Desain di Bentara Budaya Yogyakarta

Ia mengatakan bahwa warna hijau pada sampul Selaras bukan sekadar keputusan estetika, melainkan hasil eksperimen bersama tim produksi.

“Saya juga baru tahu dari teman-teman di Penerbit Kompas yang mengurus percetakannya warna hijaunya ini khusus sekali. Tidak mudah mendapatkan warna hijau seperti ini. Secara teknis, ini bukan Cyan, Magenta, Yellow, dan Key/Blac (CMYK) biasa,” jelasnya.

Ia menjelaskan, tinta khusus yang digunakan memerlukan waktu produksi lebih lama dibandingkan tinta standar percetakan buku. 

Hal itu dilakukan demi mendapatkan nuansa hijau yang sesuai imajinasinya.

“Kalau tidak salah, dibutuhkan delapan hari hanya untuk menunggu tinta khususnya. Jadi memang hijau ini berbeda dari yang lain,” imbuhnya, sambil memperlihatkan sampul kepada audiens.

Selain warna, ia juga menyoroti desain tipografi pada judul yang dianggapnya merepresentasikan pesan buku. 

BACA JUGA : Rekomendasi Kafe Buku di Jogja, Bisa Jadi Pilihan Menarik untuk Pecinta Buku dan Kopi

BACA JUGA : Himpaudi DIY Hadirkan 15 Buku Bergambar Karya Guru PAUD, Warisan Literasi untuk Anak Indonesia

Judul Selaras menggunakan satu jenis font, namun dengan dua gaya penampilan.

“Saya suka karena ketika dipadukan dengan warna biru, ada kontras yang menurut saya menarik. Salah satu highlight lain dari desain judul adalah penggunaan dua jenis gaya font. Font-nya sama, tetapi disajikan secara berbeda, ada yang jelas dan tegas, kemudian ada yang semakin blur, semakin kabur,” sebutnya.

Baginya, buku tersebut merupakan ruang perjumpaan dua dunia, dunia yang hidup dan bergerak hari ini, serta dunia yang ditinggalkan mendiang penulis sekaligus pemikir, Reza Gunawan. 

Di hadapan hadirin yang memenuhi ruangan, ia menggambarkan Selaras sebagai bentuk kehadiran kembali gagasan Reza yang tetap hidup melalui tulisan, murid, dan orang-orang yang pernah bersentuhan dengan pemikirannya.

“Bagi saya, itu semacam simbol, sebab meskipun ini karya kolaborasi, bisa dibilang ini juga kolaborasi dari dua dunia. Karena Reza sudah tidak bersama kita secara fisik, tetapi spirit dan gagasannya hadir lewat Selaras,” tambahnya.

Menurutnya, kata selaras dipilih bukan tanpa alasan. 

Kata itu telah menjadi bagian dari kosakata personal Reza selama bertahun-tahun, dalam ajarannya, percakapan pribadi, hingga tulisan-tulisannya.

Kategori :