Antara Trotoar dan Kanvas, Kisah Andri Penjaga Komunitas Girli di Malioboro

Minggu 23-11-2025,13:57 WIB
Reporter : Kristiani Tandi Rani
Editor : Syamsul Falaq

BACA JUGA : Pantai Tanggul Tirto, Model Pariwisata Berbasis Komunitas Dongkrak Wisata Bantul

“Ya, mereka kan sama saja mencari nafkah, tapi sifatnya suka rela. Kalau dikasih ya syukur, kalau nggak dikasih juga nggak apa-apa,” tuturnya.

Di luar aktivitas spontan, ada pula pembelajaran seni yang berjalan secara organik. 

Para anggota komunitas saling berbagi ilmu tari, musik, maupun keterampilan lainnya.

“Itu juga ada guru-gurunya,” ujarnya. 

Bagi pengunjung, Girli mungkin hanya tampak sebagai sekumpulan seniman, pembaca, atau penjual buku. 

Di dekat salah satu sudut Malioboro, lukisan-lukisan terpajang rapi, seolah galeri terbuka bagi siapa saja. 

BACA JUGA : Jathilan Kudho Tamtomo: Komunitas Seni di Bawah Binaan Polda DIY

BACA JUGA : Membangun Komunitas Ukulele dari Duet Sederhana: Kisah Sukses Agus Leonardus dan Jogjakarta Ukulele Society

Lukisan itu bukan karya satu orang, melainkan hasil kolaborasi komunitas yang terbentuk organik dari beragam latar belakang kampus dan profesi.

“Jadi komunitas di sini macam-macam, ada yang dari UPN, ada yang dari ISI,” kata Andri, salah satu anggota komunitas Girli yang diswayjogja.id  ditemui siang itu. 

“Kalau yang dari ISI itu rata-rata seniman lukis. Semua lukisan yang dipajang di sini itu dari mereka," ucapnya. 

Andri bukan mahasiswa seni. Ia bukan pelukis atau musisi. Namun kehadirannya di tengah komunitas ini bukan karena tuntutan profesi, melainkan bagian dari rutinitas hidupnya. 

Sejak beberapa tahun lalu, ia membantu menjaga area lukisan sekaligus memastikan ruang kreatif ini tetap hidup.

“Kalau saya sendiri, sudah lama jaga di sini. Tapi tidak setiap hari, hanya kalau pas ada libur,” tuturnya.

BACA JUGA : Tracking Sungai Pelang Sleman Diresmikan, Wakil Bupati Dukung Ekowisata Komunitas

Kategori :