Herlambang Kritik Wacana Soeharto Jadi Pahlawan, Sebut Impunitas dan Manipulasi Hukum Makin Sistematis

Sabtu 08-11-2025,06:06 WIB
Reporter : Kristiani Tandi Rani
Editor : Syamsul Falaq

BACA JUGA : IDME 2025 Sleman: Rawat Semangat Pahlawan, Bangun Pertahanan Bangsa dari Rakyat untuk Rakyat

Ia menyebut bahwa tanda-tanda kemunduran demokrasi tidak hanya tampak pada simbol politik, tetapi juga dalam rancangan kebijakan hukum negara.

“Menteri HAM ini juga berencana merevisi Undang-Undang HAM, dan isinya justru melemahkan posisi Komnas HAM. Coba lihat, ini kan sistematis sekali. Di satu sisi ada simbol naratifnya, di sisi lain sistem hukumnya juga diarahkan ke sana," jelasnya. 

Menurutnya, revisi tersebut bukan sekadar persoalan administratif, melainkan bagian dari pola yang lebih besar. 

Pemerintah berupaya menata ulang sejarah dan hukum sesuai dengan kepentingan kekuasaan. 

“Jadi, memang arah rezim ini sudah jelas menuju ke sana,” ucapnya.

Meski acara yang digelarnya tidak dihadiri banyak orang, ia menilai esensinya bukan pada jumlah peserta, melainkan pada pentingnya menjaga daya kritis publik terhadap tanda-tanda otoritarianisme yang terus tumbuh di balik retorika demokrasi.

BACA JUGA : HUT ke-80 RI Polresta Sleman: AKBP Sutikno Ajak Anggota Hidupkan Semangat Pahlawan

BACA JUGA : Mahasiswa UGM di Kursi Terdakwa, Vonis 1 Tahun 2 Bulan untuk Pengemudi BMW dalam Kecelakaan Maut

"Tidak banyak yang datang (ke acara diskusi ini. Ya, kita tidak perlu menunggu tanggal 10 untuk tahu hasilnya. Kita sudah terbiasa dengan rezim otoriter-praktik seperti sekarang, tidak mau mendengar, tidak mau menjelaskan secara baik, dan selalu ada proses manipulasi di berbagai bidang," tuturnya. 

Ia mencontohkan, dalam berbagai isu, dari kebijakan lingkungan hingga penyelesaian kasus pelanggaran HAM 1998, pemerintah kerap menunjukkan pola komunikasi yang serupa, tertutup dan cenderung asal bicara.

“Dalam soal MBG, ngomongnya 0,000017. Dalam soal sejarah 98, juga asal bicara,” imbuhnya menutup pernyataannya.

Pernyataannya menjadi pengingat keras bahwa perlawanan terhadap impunitas tidak cukup hanya dengan menolak simbol, tetapi juga menelisik arah kebijakan hukum yang perlahan-lahan mengikis prinsip hak asasi manusia.

Di tengah suasana politik yang semakin sensitif, kritik semacam ini menjadi napas penting bagi demokrasi, memastikan bahwa sejarah dan hukum tidak dijadikan alat legitimasi bagi kekuasaan yang enggan dikoreksi.

Kategori :