“Sekarang video dan foto bisa dimanipulasi sedemikian rupa. Jangan langsung percaya. Literasi digital itu penting, apalagi menjelang tahun politik,” jelasnya.
Menurut Ganjar, mahasiswa memiliki peran strategis untuk mengedukasi publik agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan menyaring informasi politik.
BACA JUGA : Milad ke-34, Unisa Yogyakarta Siap Jadi Pusat Inovasi Kesehatan Berbasis Islam
BACA JUGA : Unisa Yogyakarta Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Charity Fun Run 2025
Dalam sesi dialog, Ganjar juga menyinggung pentingnya etika dan tanggung jawab moral bagi mahasiswa sebagai calon pemimpin masa depan. Dia meminta agar kritik terhadap pemerintah dilakukan dengan santun dan konstruktif.
“Saya ingin mahasiswa menjadi pengawal demokrasi. Tapi kalau mengkritik, sampaikan dengan argumen yang cerdas, bukan dengan kemarahan,” terangnya.
Dia menambahkan, mahasiswa dapat berkontribusi melalui riset, advokasi, maupun pengawasan kebijakan publik di daerah.
“Kalian bisa mengkaji perda, memantau kebijakan pemerintah daerah, dan memberi masukan. Itu cara konkret menjaga demokrasi tanpa harus selalu turun ke jalan,” imbuh Ganjar.
BACA JUGA : Ribuan Mahasiswa Baru UNISA Yogyakarta Ikuti MATAF 2025, Siap Jadi Generasi Unggul dan Berdampak
BACA JUGA : UNISA Yogyakarta Serukan Keadilan dan Perdamaian Terkait Situasi Nasional
Ganjar menutup kuliah umumnya dengan pesan agar generasi muda menjaga keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab. Menurutnya, demokrasi yang sehat hanya bisa tumbuh jika masyarakat berani berpikir kritis namun tetap menjunjung etika dan kebenaran.
“Kritiklah dengan data, bukan makian. Demokrasi butuh suara rakyat yang cerdas dan beretika,” pungkasnya.