BACA JUGA : Demam Berdarah di Brebes Tembus 1.211 Kasus, Masyarakat Diajak Gencarkan Budaya PSN
Perjalanan rombongan menuju bekas Gunung Ambarketawang menjadi sorotan utama. Sesampainya di lokasi pertama, joli berisi bekakak diusung hingga ke mulut gua.
Prosesi doa dipimpin tokoh adat, diiringi suasana hening dan khidmat. Setelah doa usai, boneka pengantin tersebut disembelih.
Potongan bekakak kemudian dibagikan kepada warga dan pengunjung, bersama sesaji yang telah disiapkan. Tradisi ini berlanjut ke lokasi kedua di Gunung Kliling.
Prosesi diulang dengan langkah-langkah serup, kirab, doa, penyembelihan, dan pembagian potongan bekakak. Menurut Danang, pembagian ini memiliki makna mendalam.
“Warga yang menerima potongan bekakak percaya akan mendapatkan berkah dan perlindungan,” jelasnya.
Namun, prosesi puncak ini bukan satu-satunya rangkaian acara. Sehari sebelumnya, Kamis (7/8), telah dilaksanakan midodareni bekakak, pentas macapat, dan pergelaran wayang kulit.
Acara ini melibatkan seluruh lapisan masyarakat, mulai dari perangkat desa, kelompok seni, hingga para pemuda yang ikut mengawal jalannya kirab.
“Keterlibatan warga dalam setiap tahap adalah bukti bahwa tradisi ini hidup dan dicintai. Inilah kekuatan budaya lokal yang patut kita banggakan,” pungkasnya.
Dengan rangkaian prosesi yang sarat simbol, Saparan Bekakak Ambarketawang 2025 bukan hanya mempertahankan nilai budaya leluhur, tetapi juga menjadi ruang bagi masyarakat untuk merayakan kebersamaan, mempererat persaudaraan, dan menghidupkan semangat gotong royong yang telah diwariskan turun-temurun.