Hal inilah yang membuat sosok Tan Jin Sing bergelar Kanjeng Raden Tumenggung Secadiningrat dan menjadi salah satu dari tiga keturunan Tionghoa dalam lingkungan Keraton Yogyakarta, yakni Trah Secadiningrat.
3. Memiliki Arsitektur Tionghoa yang Mewah dan Khas
Kampung Ketandan Jogja dikenal sebagai destinasi wisata dengan arsitektur Tionghoa yang memukau dan m encerminkan keindahan dan kekayaan budaya China yang menarik di tengah-tengah budaya Yogyakarta.
Jadi tidak mengherankan jika rumah-rumahnya memiliki corak arsitektur campuran antara China, tradisional Jawa, dan Indisch.
BACA JUGA : Jalur Trans Jogja: Tujuan Malioboro, UGM, Bandara Adisutjipto Hingga Prambanan, Cek Lengkapnya
BACA JUGA : Berbagai Event Halloween di Jogja, Mulai 30 Hingga 31 Oktober 2024
Corak arsitektur Tionghoa bisa dilihat dari model bubungan yang masuk dalam kategori Ngan San yang dipadu dengan model atap pelana khas Jawa.
Sedangkan ragam hias seperti binatang, bunga, serta huruf-huruf China dan tempat persembahan pada leluhur memang sangat kental dengan budaya Tionghoa.
Untuk budaya Indisch khas Belanda tentu bisa dilihat dari dinding tebal dengan pilar-pilar penyangga serta bangunan dengan langit-langit yang tinggi.
Pembagian tata ruang di rumah-rumah pecinan Ketandan biasanya dibagi menjadi ruang depan sebagai tempat berdagang, ruang tengah untuk kamar tidur.
Sementara untuk area belakang sebagai dapur atau kamar mandi, serta lantai atas untuk kamar bahkan juga gudang barang.
BACA JUGA : Tahu Guling Mbah Joyo, Kuliner Legendaris dari Jogja yang Jadi Langganan Presiden Soeharto
BACA JUGA : Berbagai Jenis Paes dan Filosofi Pada Riasan Pengantin Putri Jogja
4. Jadi Salah Satu Pusat Perekonomian dan Budaya
Selain sebagai pusat kebudayaan, Kampung Ketandan juga menjadi pusat perdagangan karena masyarakat Tionghoa yang tinggal di kampung ini umumnya berdagang untuk mencari nafkah.
Tidak hanya level kecil, dalam beberapa tahun belakangan ini, Kampung Ketandan juga dirancang sebagai pusat ekonomi baru di Malioboro oleh Pemerintah DI Yogyakarta.