YOGYAKARTA (Disway Jogja) – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Yogyakarta meminta Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memberikan relaksasi perpanjangan surat laik fungsi (SLF) bangunan agar beban pengusaha hotel menjadi sedikit ringan.
DIY memang saat ini sudah berstatus PPMK level 1 sehingga jumlah kunjungan hotel sudah diperboleh 100 persen. Akan tetapi, bisnis hotel di Jogja dinilai masih belum sepenuhnya pulih.
"Kami tidak mengemis, tetapi mohon pengertian untuk relaksasi SLF," ujar Ketua PHRI Yogyakarta Deddy Pranowo Eryono, Selasa (14/6).
SLF merupakan tolok ukur untuk mengetahui sebuah gedung telah memenuhi persyaratan kelaikan teknis sesuai fungsi bangunan.
Menurut Deddy, masih banyak anggota PHRI DIY yang belum memperpanjang SLF karena belum mampu membayar biaya perpanjangan.
Biaya yang dikeluarkan untuk mengurus SLF tidak sedikit karena harus melalui pihak ketiga dengan besaran minimal Rp5 juta sampai Rp10 juta untuk hotel nonbintang dan mulai Rp20 juta hingga Rp80 juta untuk hotel berbintang.
"Banyak anggota kami yang belum bisa memperpanjang karena masalah dana, bukan masalah apa-apa, tetapi itu akan diselesaikan, akan diperpanjang," ujar dia.
Meski PPKM sudah turun ke level 1, menurut dia, kondisi perhotelan di DIY belum sepenuhnya normal.
"Kami sekarang baru pemulihan, belum baik-baik saja karena biaya SLF di pihak ketiga itu mahal. Kami baru bertahap mengembalikan posisi, melunasi utang terdahulu kepada karyawan dan kepada supplier," kata Deddy.
Meski demikian, ia mengakui okupansi atau tingkat hunian kamar hotel di DIY sudah mulai merangkak naik jika dibandingkan saat pandemi. Untuk hotel berbintang rata-rata okupansi pada Juni 2022 mencapai 60 sampai 70 persen, sedangkan nonbintang mencapai 20 hingga 40 persen.
"Beri kami kesempatan untuk bernapas, lebih-lebih sekarang PDAM (perusahaan daerah air minum) di Kota Yogyakarta tiba-tiba menaikkan (tarif) tanpa ada sosialisasi dan kesepakatan, ini kan pukulan bagi kami," ujar dia. (antara/jpnn)