Temuan TBC di Kabupaten Tegal Capai 5.088 Kasus, Pemkab Luncurkan USAID Bebas TB
PENDANDTANGANAN – Sekda Kabupapaten Tegal Amir Mahmud saat peluncuran program USAID Bebas TB di Conventon Hall Hotel Grandian Slawi.-M. FATKHUROHMAN-
SLAWI, DISWAYJOGJA - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tegal meluncurkan Program USAID Bebas TB dan Penyusunan Rencana Kerja Terpadu untuk Percepatan Eliminasi TBC. Hal itu dilakukan karena Kabupaten Tegal merupakan salah satu daerah dengan beban kasus tinggi.
Dari data yang ada, jumlah temuan kasus tuberkulosis (TBC) pada 2023 lalu mencapai 5.088 kasus atau 353 kasus TBC per 100.000 penduduk. Temuan kasus tersebut 209 persen lebih tinggi dari target estimasi sebelumnya di angka 2.430 kasus.
Temuan kasus tersebut disampaikan Sekda Kabupaten Tegal Amir Mahmud saat menyampaikan sambutan Pj Bupati Tegal Agustyarsyah di acara Peluncuran Program USAID Bebas TBC dan Penyusunan Rencana Kerja Terpadu untuk Percepatan Eliminasi TBC, di Convention Hall Hotel Grandian Slawi, Kamis, 29 Februari 2024.
BACA JUGA:TBC di Kabupaten Tegal Capai 4.297 Kasus, Kecamatan Adiwerna Jadi Wilayah Penderita Tertinggi
Menurut dia, tingginya temuan kasus TBC tersebut karena deteksi untuk mencari dan menemukan kasus TBC bersama surveilans di lapangan sangat gencar dilakukan. Dengan demikian, populasi yang diperiksa juga besar. Dari temuan kasus tersebut, populasi penderita paling banyak di Kabupaten Tegal ada di wilayah tengah. Yakni di Kecamatan Adiwerna dan Pangkah.
“Dari kasus TBC yang berhasil ditemukan ini, 4.721 kasus mulai melakukan pengobatan. Dimana 765 kasus di antaranya merupakan TB anak, kasus TBC resisten obat 74 kasus dan selebihnya adalah kasus TB ronsen,” ungkapnya didampingi Kepala Dinkes Kabupaten Tegal dr Ruzaeni dan Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Suspriyanti.
Sementara itu, untuk angka keberhasilan pengobatan kasus TBC yang diobati sepanjang 2022 mencapai 3.936 orang atau 89 persen dari 4.721 penderita. ”Penderita putus berobat 289 orang atau 6,5 persen dan yang meninggal dunia ada 175 orang atau 3,7 persen,” ungkapnya.
BACA JUGA:Wow, 1.040 Anak di Brebes Tertular TBC, 84 Penderita Resisten Obat
Amir Mahmud menjelaskan, TBC merupakan penyakit menular yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis dengan penularan melalui udara dan paru-paru sebagai organ target utama bakteri.
”TB ini masih menjadi ancaman kesehatan yang serius. Karena itu, kesadaran setiap orang untuk mengatasi tuberkulosis secara komprehensif di sini sangat diperlukan, mulai dari pencegahan hingga pengobatan,” ungkapnya.
Amir mengestimasi temuan TB di masyarakat pada 2024 ini bisa mencapai 6.633 kasus. Prinsipnya, banyak kasus ditemukan, semakin baik. Sebab, para penderita bisa cepat tertangani. Apalagi obatnya sudah ada dan ampuh. “Kumannya bisa diketahui karena kita punya alat diagnostik dari yang sederhana sampai yang canggih. Strategi yang menekankan pada pengawasan langsung terhadap penderita, baik keluarga maupun petugas kesehatan melalui DOTS juga sudah siap. Semuanya gratis bagi pasien tuberkulosis,” jelasnya.
Dibalik kesiapan pemerintah daerah melakukan pemeriksaan dan pengobatan, lanjut dia, ada tantangan lain yang tidak kalah pentingnya. Hal ini sangat berpengaruh pada partisipasi pasien TB mengikuti program DOTS. Sebab, orang yang tertular tuberkulosis tidak hanya berdampak dari sisi medis atau kesehatan, tetapi ekonomi dan sosial yang ini diperburuk dengan stigma di lingkungan masyarakat, diskriminasi, dan risiko kehilangan pekerjaan ataupun berhenti sekolah.
”Kita harus bekerja menurunkan tingkat insidensi atau kasus baru tuberkulosis hingga 80 persen,” ujarnya.
BACA JUGA:Rumah Beratap Asbes Tak Layak Huni, Sebabkan TBC
Karena itu, pihaknya berharap semua harus mengubah dan melakukan transformasi di segala bidang, menciptakan harmonisasi antarlintas sektor. Sebab, berbagai macam pendekatan penanggulangan tuberkulosis sebenarnya sudah tersedia, baik di tingkat individu maupun populasi.
”Kita harus bergerak bersama sesuai perannya masing-masing. Saling mengisi dan menguatkan untuk menciptakan kerja bersama dalam bentuk orkestrasi. Jadi, perlu kolaborasi karena tuberkulosis ini hanya 30 persen yang terkait medis, selebihnya masalah nonmedis seperti literasi publik tentang,” jelasnya.
Dalam menanggulangi penyakit tersebut, selama 5 tahun USAID Bebas TBC akan fokus melakukan pendampingan kegiatan di Kabupaten Tegal. Beberapa program yang akan dilakukan yakni, peningkatan penemuan kasus TBC, peningkatan kualitas skrining dan diagnosis TBC, peningkatan kualitas layanan TBC, optimalisasi pencegahan TBC, memperkuat sistem kesehatan untuk mempercepat eliminasi TBC, memperkuat kemitraan TBC dengan pemangku kepentingan dan komunitas, serta riset implementasi untuk meningkatkan penanggulangan TBC.
”Keberhasilan program TBC di Kabupaten Tegal dalam menuju eliminasi tahun 2028, sangat tergantung dari terwujudnya kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak. Lima tahun kedepan angka kasus TBC harus 0 persen. Karena itu, kami berharap semua pihak bisa ikut terlibat sesuai dengan perannya masing-masing,” ungkapnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: