Demam Nikel
Disway Edisi Hari Ini--
''Banjir kap'' adalah istilah untuk ''demam tebang hutan'' di Kaltim. Tahun 1970-an. Semangat menebang kayu meranti, mirip dengan demam nikel seperti sekarang. Kayu gelondongan diekspor begitu saja. Sungai Mahakam menjadi hitam. Demikian juga sungai Kahayan di utara. Tenaga kerja membanjir ke Kaltim. Gubuk-gubuk liar tumbuh menjadi kampung kumuh.
Kayu habis. Hutan gundul. Mata pencaharian hilang.
Sekian puluh tahun kemudian muncul demam lain: batu bara. Juga dibabat habis-habisan. Pun sampai yang kualitas rendah. Untung minggu-minggu ini harga batu bara turun drastis. Tinggal USD 125/ton. Dari USD 400 tahun lalu.
Kalau bahan baku nikel ternyata begitu terbatas, rasanya hilirisasi nikel sulit berlanjut ke hilirnya yang lebih hilir: industrialisasi berbasis nikel. Atau akan muncul kebijakan baru: memperpanjang umur bahan baku. Investor smelter dirangsang dengan fasilitas menarik untuk membangun industri berbahan baku nikel.
Kayu, batu bara, nikel, rasanya menjadi pelajaran penting bagi demam berikutnya: bauksit di Kalbar. Mumpung demamnya belum sampai tingkat menggigil. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: