Pengusaha Tekstil Mulai Ketar-Ketir

Pengusaha Tekstil Mulai Ketar-Ketir

Fahmi menunjukan hasil tekstilnya yang kerap diekspor ke Arab Saudi. (Agus Wibowo/Radar Tegal)--

TEGAL (DISWAY JOGJA) - Pengusaha tekstil di Kota Tegak mengaku ketar-ketir dan kelabakan menghadapi keputusan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar hingga lebih dari 30 persen.

Pasalnya ,kondisi itudipastikan menurunkan daya beli masyarakat. Belum lagi, harga rayon (benang, red) yang menggunakan harga dolar.

Hal ini dikatakan salah satu pengusaha tekstil, Fahmi Husein Afif.

Ditemui di Jalan Industri, Tegal Timur, Fahmi mengaku sejak BBM naik per 3 September 2022, memang belum berdampak pada usaha tekstil. Sebab memang tekstil lebih dulu naik.

"Perang Rusia dengan Ukraina juga salah satu faktornya. Sebab terjadinya perang ini membuat harga sewa kontainer dan produksi pun ikut melonjak," bebernya.

Begitu juga dengan harga material kenaikannya hampir 30 persen.

"Berbicara tekstil memang belum ada pengaruh. Namun dipastikan sebulan ke depan pasti akan mengikuti kenaikan," ungkapnya.

Fahmi menyebut soal kenaikan BBM ini yang sudah dirasakan yakni biaya pengiriman atau ekspedisi, yang naiknya lumayan tinggi.

"Contohnya kami mengirim barang 1 ball dari biaya Rp50 ribu, sekarang pasca BBM naik menjadi Rp70 ribu per bal.  Sebulan rata- rata kami melakukan pengiriman sekitar 30 bal. Sehingga tercatat untuk biaya ekspedisi terjadi kenaikan mencapai Rp600 ribu," ungkapnya.

Fahmi mengaku naiknya harga BBM bukan hanya dirasakan masyarakat miskin saja. Sebab para pengusaha pun sama merasakan dampaknya.

"Hasil komunikasi dengan teman-teman Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) masyarakat menengah ke atas juga pusing menghadapi kondisi ini. Kami berpikir bagaimana bisa bertahan agar karyawan bisa diberdayakan. Sementara sisi lain, karyawan meminta naik gaji di tengah kondisi seperti ini. Ya memang dilematis," jelasnya.

Fahmi menilai, secara pribadi naiknya harga BBM 3 September 2022 lalu dinilai salah momen.

"Saat minyak dunia naik, Indonesia bertahan untuk tidak menaikan. Sementara saat minyak dunia turun, Pemerintah Indonesia justru menaikan harga BBM," jelasnya.

Sedangkan jika melihat kondisi sekarang, mestinya masyarakat saat ini sedang bangkit pasca dua tahun pandemi. Namun kembali dihajar naiknya harga BBM.

"Perlu diingat, kenaikan harga BBM akan sangat berpengaruh terhadap logistik perusahaan karena mengandalkan Solar dan Pertalite. Hal ini kemudian akan mengerek harga barang dan menurunkan daya beli masyarakat. Ini sudah mulai terjadi, daya beli masyarakat turun," jelasnya. (gus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: radar tegal