Putry Chandrawati dan Isu Liar ‘Hilangnya’ Bharada E dan Irjen Ferdy Sambo

Putry Chandrawati dan Isu Liar ‘Hilangnya’ Bharada E dan Irjen Ferdy Sambo

Momen kebersamaan Alm Brigadir Polisi Nopryansyah Yosua Hutabarat dengan keluarga Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo --

JAKARTA (Disway Jogja) – Insiden pelecehan dan penodongan senjata membuat Putry Chandrawati, Istri Kadiv Propam Irjen Fedy Sambo itu depresi dan mengalami gangguan sulit tidur.

Kondisi makin runyam, dengan isu liar tentang ‘perselingkuhan’ yang deras mengalir pascatragedi berdarah di kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat, 8 Juli 2022 itu.

Rumor kedekatan Putry Chandrawati dengan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, tak luput jadi bumbu pemberitaan. Meski, polisi telah membantahnya.

Lalu mengapa isu perselingkuhan itu berhembus?

Bisa jadi lantaran Brigadir J merupakan ajudan Putri Chandrawati. Status dalam kepolisian biasa disebut Drive Caraka (ADV).

BACA JUGA:Hasil Olah TKP di Rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo: Kompolnas Benny Mamoto Bantah Adanya Kejanggalan

“Tidak ada alat bukti ataupun bukti yang mendukung (perselingkuhan). Kami tidak mau berasumsi hanya berdasar fakta yang kami temukan di TKP,” tegas Budhi di Polres Jaksel dalam jumpa pers, Selasa 12 Juli 2022.

Budhi hanya membenarkan jika status Brigadir J merupakan sopir istri Kadiv Propam Irjen Fedy Sambo.

Jawaban Budhi sebenarnya sudah mampu mewakili kontroversi yang ada.

Brigadir J tewas. Ia terkapar tak bernyawa setelah dihujani tembakan Bharada E. Tubuhnya telah dikebumikan meski tak secara kedinasan.

“Pemakaman Brigadir J tidak dilakukan secara kedinasan karena tidak ada permintaan dari kesatuan,” jelas Kapolda Jambi Irjen Pol Albertus Rachmad Wibowo.

Penegasan Kapolda ini disampaikan saat mendatangi rumah keluarga Almarhum Brigadir J di Unit I, Desa Suka Makmur, Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muarojambi, Jambi, Rabu 12 Juli 2022.

Pangkal tewasnya Brigadir J karena kepergok Bharada E yang sebelumnya mendengar teriakan dari istri Ferdy Sambo.

BACA JUGA:Baku Tembak Dua Polisi di Rumah Irjen Ferdy Sambo, Ayah Brigadir J: Hebat Ya Bharada E Itu Bisa Menghindar

Rumah yang menjadi lokasi tragedi penembakan Brigadir J merupakan rumah singgah yang selama ini digunakan Putry Chandrawati untuk isolasi mandiri.

Bharada E sendiri berstatus ADV Kadiv Propam Polri Irjen Fedy Sambo yang kabarnya tengah bertugas menjaga putra di rumah sang jenderal itu.

Bharada E merupakan petembak kelas satu di Resimen Pelopor.

Bahkan disebut-sebut sebagai pelatih ‘vertical rescue’ dan petembak kelas satu di Resimen Pelopor.

Sayangnya, pascaperistwa baku tembak di kamar pribadi sang jenderal terbongkar, Bharada E ‘menghilang’ ditelan bumi.

Begitu pula dengan Kadiv Propam Polri Irjen Fedy Sambo belum juga muncul di hadapan publik.

Kronologi peristiwa di kompleks Polri Duren Tiga No. 46 Kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat, 8 Juli 2022 pukul 17.00 WIB sejauh ini masih satu pintu.

Tim pencari fakta yang terdiri dari jenderal bintang tiga, Kompolnas maupun Komnas HAM belum membeberkan hasil kerjanya.

BACA JUGA:Putri Ferdy Sambo yang Jadi Korban Pelecehan Brigadir J, Sudah Membuat Laporan Polisi

Maklum saja tim ini baru dibentuk kemarin.

Sementara Putry Chandrawati yang menjadi saksi kunci juga belum bisa memberikan keterangan.

Kabarnya Putry Sambo belum sanggup mengungkap fakta peristiwa penembakan yang menewaskan Brigadir J mantan ajudannya itu.

Maka sulit pula jika dalam waktu dekat Putry Chandrawati dimintai berita acara pemeriksaan (BAP) oleh kepolisian.

Padahal Putry Chandrawati telah melaporkan peristiwa yang dialaminya.

Dalam upaya menghormati hak korban, pendamping psikolog Putry Sambo, Novita Tandry, menegaskan Putry Chandrawati saat ini kondisi masih trauma dan emosionalnya belum stabil.

Psikolog ini pun berpesan kepada masyarakat lebih bijak dalam menyebarkan informasi agar tidak menambah beban psikologi korban yang mengalami peristiwa.

Selain itu, peristiwa yang dialami istri Ferdy Sambo, selaku istri pejabat Polri, dapat jadi pembelajaran bagi yang lainnya.

“Harus lebih bijak karena saya juga perempuan, kami seperti ini jadi harus menanggung secara psikologi, menanggung ini ‘kan dibicarakan semua orang, mungkin harus lebih bijak dalam pemberitaannya,” tutut Novita, Rabu 13 Juli 2022.

Novita mengaku dirinya baru memberikan pendampingan dengan trauma healing kepada istri Kadiv Propam.

“Jadi masih lebih kepada ngobrol, menanyakan keadaan kabar beliau,” imbuh psikolog anak, remaja, dan keluarga itu.

Insiden pelecehan dan penodongan senjata membuat ibu empat anak itu depresi dan mengalami gangguan sulit tidur.

“Pada saat bertemu dengan Ibu (istri Kadiv Propam), keadaannya sangat shock terguncang pastinya, trauma, sulit tentunya dia bisa berkonsentrasi dan sejak kejadian sampai sekarang itu tidak bisa tidur pastinya,” tutur Novita.

Syok yang dialami akibat rentetan peristiwa tersebut.

Mulai dari pelecehan, penodongan senjata, hingga kejadian baku tembak antarajudan di rumahnya, termasuk beban psikologi dengan ramainya pemberitaan atas kejadian tersebut.

“Karena melihat langsung keadaan, yang pasti pertama karena pelecehan, kemudian kedua karena melihat dan menjadi saksi langsung bagaimana terjadinya penembakan,” kata dia.

Novita mengatakan bahwa konsentrasi dari pendampingan psikologis ini agar peristiwa tersebut tidak berdampak pada keluarga lainnya.

BACA JUGA:Putri Candrawathi Diduga Selingkuh dengan Brigadir J, Kombes Budhi: Tidak Ada Bukti

Putry Chandrawati memiliki empat empat anak. Ada yang berumur 21, 17, 15, dan 1,5 tahun.

“Ini membuat saya justru pendampingan tidak hanya pada ibu, tetapi juga pada anak-anaknya. Apalagi, anak-anak masih sekolah, kuliah, dan masih balita,” tuturnya.

Novita juga menyebutkan ada tahapan dalam penyembuhan trauma healing seorang korban.

Hal itu membutuhkan waktu 3 bulan sampai 6 bulan, tergantung pada kemampuan beradaptasi dari korban. Tahapan yang dia maksudkan adalah DABDA.

DABDA singkatan dari denial (penyangkalan), angry (marah), bargaining (tawar-menawar), depression (depresi), dan acceptance (penerimaan).

Menurut dia, biasanya dalam langkah-langkah ini tergantung kekuatan psikologis korban.

“Bisa denial, menganggap kejadian itu mimpi, tidak nyata, pasti marah, bisa marah pada lingkungan, sebaliknya bisa marah kepada diri sendiri,” ungkap Novita. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: pojoksatu.id