Eks Ketua Bawaslu: Polemik KPU Bukan Soal Transparansi, Tapi Gagalnya Partai Seleksi Kader

Eks Ketua Bawaslu: Polemik KPU Bukan Soal Transparansi, Tapi Gagalnya Partai Seleksi Kader

Mantan Ketua Bawaslu RI periode 2008–2012, Bambang Eka Cahya Widodo, di Ruang Prodi Ilmu Pemerintahan UMY, Selasa (16/9/2025), menyebutkan persoalan utama bukan semata-mata pada transparansi KPU, melainkan lebih pada kegagalan sistemik partai politik.--dok. UMY

“Karena levelnya sama, yang dipilih ya sama kualitasnya. Figur yang bisa joget-joget lebih menarik daripada yang punya visi,” jelasnya. 

Bambang juga mengkritisi syarat minimal pendidikan untuk pejabat publik yang masih sangat rendah. Untuk menjadi anggota DPR bahkan cukup lulusan SMA, yang menurutnya tak masuk akal untuk posisi strategis dalam perumusan kebijakan nasional.

BACA JUGA : Dorong Riset Skala Internasional, UMY Gelar ICoSI dan ICCS 2025 Terima Ribuan Penelitian dari 30 Negara

BACA JUGA : Rektor UMY Tak Larang Mahasiswa Kibarkan Bendera One Piece, Sebut Simbol Protes Sosial

Lebih jauh, Bambang menyatakan bahwa akar semua kekacauan politik di Indonesia saat ini ada pada partai politik itu sendiri. 

Dia menilai hampir tidak ada satu pun partai yang memiliki visi yang jelas tentang arah bangsa ke depan.

“Mana coba partai sekarang ini yang punya visi jelas tentang Indonesia mau dibawa ke mana? Tidak ada semuanya,” imbuhnya. 

Bambang bahkan menilai perekrutan artis atau figur populer tanpa mempertimbangkan kemampuan adalah bentuk pragmatisme politik yang membahayakan masa depan bangsa.

BACA JUGA : BEM FISIPOL UMY Tabur Bunga untuk Affan-Rheza, Kritik Aparat Makin Keras

BACA JUGA : Inovasi Edukatif untuk Gen Z, UMY Hadir di Roblox

“Mengurusi riset tapi dia sendiri tidak pernah riset. Ngurusin pendidikan tinggi, tapi dia tidak pernah kuliah di pendidikan tinggi. Itu kan tidak masuk akal,” imbuhnya. 

Bambang menegaskan bahwa kebijakan KPU RI soal dokumen pencalonan capres-cawapres hanyalah gejala kecil dari persoalan besar.

"Ini gagalnya partai politik sebagai pilar utama demokrasi. Jika partai tak segera berbenah, maka Indonesia membutuhkan sebuah 'reset total' dalam sistem politiknya," pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: