Dalam kesempatan tersebut, Gus Ipul turut mengapresiasi pendiri Joglo Tani, To Suprapto yang membangkitkan keinginan anak-anak muda agar gemar bertani.
Sebab, Indonesia membutuhkan petani milenial muda yang inovatif dengan perkembangan sains dan teknologi. “Bapak akan dikenang sebagai pejuang ketahanan pangan,” ungkap Gus Ipul.
Sementara itu, Penggagas dan Pembina Joglo Tani, To Suprapto mengatakan, Joglo Tani dimulai pada 2008 dengan tujuan mewujudkan petani sejahtera dan bahagia.
Tercatat pihaknya sudah menyekolahkan 1.500 orang untuk menjadi sarjana di bidang pertanian dari Aceh hingga Papua.
“Kita cari support dan praktek di lapangan, sehingga jadi anak yang rasional berpikir ilmiah tapi baik di lapangan dan memiliki hasil,” papar To Suprapto.
Pengalaman untuk Memberdayakan Masyarakat
Ia menyampaikan, Joglo Tani memiliki pengalaman untuk memberdayakan masyarakat tidak mampu dengan manajemen ekonomi rumah tangga. Indeks penghasilan per orang paling besar sekitar Rp10 juta.
BACA JUGA : Cegah Terjadi Food Waste, Dekan FTP UGM Soroti Menu Program Makan Bergizi Gratis Prabowo
BACA JUGA : UGM Gelar Konferensi Internasional IASFM, Bahas Migrasi Paksa Akibat Konflik Etnis dan Agama
“Apakah bisa menjadi referensi Kemensos, kami siap bantu kurikulum, kami siap kawal program. Kami pelaku praktisi, gelar profesor kami lepas jadi profesi,” kata To Suprapto.
Pada hari yang sama, selain berkunjung ke Joglo Tani, Mensos RI juga melakukan dialog bersama Pilar-Pilar Sosial Provinsi DIY di Pendopo Parasamya Kabupaten Bantul.
Dalam kegiatan tersebut, Gus Ipul meminta seluruh pilar atau pendamping kesejahteraan sosial melakukan pelayanan maksimal dalam membantu 12 Pemerlu Atensi Sosial (PAS).
“Pendamping pada dasarnya melayani 12 PAS ini, membantu, mendukung, dan melakukan hal-hal yang diperlukan agar 12 PAS ini menjadi orang atau pihak yang diberdayakan,” jelar Gus Ipul.
Terdiri dari Banyak Kluster
Masyarakat yang masuk ke dalam 12 PAS tersebut, terdiri dari berbagai macam kluster, yaitu anak-anak rentan, difabel, lansia telantar, berpendapatan rendah, korban bencana, mereka yang membutuhkan afirmasi khusus, warga binaan, korban kekerasan, korban NAPZA dan HIV/AIDS, masyarakat yang bermasalah sosial, perempuan rentan, dan fakir miskin.
Keberagaman kondisi ini tentunya memerlukan penanganan yang berbeda dari pihak terkait, termasuk pilar yang sering bersinggungan langsung dengan para penerima manfaat tersebut.
“Misalnya lansia 70 tahun tidak terlantar, masih bisa kerja. Maka pendekatan yang harus diterapkan berbeda, program yang kita berikan berbeda dengan lansia terlantar,” imbuh Gus Ipul.
Dalam membantu masyarakat, Gus Ipul juga menjelaskan bahwa para pilar sosial yang terdiri dari:
- Program Keluarga Harapan (PKH)
- Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK)
- Pekerja Sosial Masyarakat (PSM)
- Karang Taruna Siaga Bencana (Tagana)