Dosen UGM, Ghifari Yurishthiadi menjelaskan, “Di Indonesia, konsep wisata halal lebih populer dibandingkan wisata ramah muslim. Keduanya memang mengalami kenaikan setiap tahunnya, tetapi pada 2024, ada penurunan yang cukup jelas dalam popularitas kedua tren ini.”
Dia juga menjelaskan bahwa sebelum pandemi, wisata ramah muslim lebih mendominasi di tingkat global. Tetapi setelah pandemi ada pergeseran tren dimana wisata halal kini lebih banyak diminati dibandingkan wisata ramah muslim.
Lebih lanjut, Ghifari menambahkan, “Sebenarnya, wisata halal dan wisata ramah muslim adalah dua konsep yang sama, yaitu penyediaan fasilitas yang ramah bagi wistawan muslim. Bedanya adalah inklusivitas, seperti menyediakan makanan yang ramah bagi muslim dan nonmuslim, serta pemahaman tentang kebutuhan khusus wisatawan, seperti tersedianya tempat ibadah seperti musala.”
BACA JUGA : Prabowo Akan Maafkan Koruptor, Ganjar: Bagaimana Cara Memaafkannya?
BACA JUGA : Sinergi PPJI Kota Yogyakarta dan Pemerintah Dukung Pemberdayaan UMKM
Terkait dengan kompetensi sumber daya manusia (SDM) di sektor ini, Ghifari menilai bahwa tidak diperlukan pelatihan khusus bagi pemandu wisata ramah muslim.
“Perlu adanya standar kompetensi yang mencakup kemampuan berkomunikasi antarbudaya. Wisatawan juga perlu menujukkan rasa hormat terhadap pemandu wisata, meski ada perbedaan ideologi atau keyakinan agama,” tutupnya.