Diketahui, dalam SKDN ada empat poin yang dicatat. S adalah jumlah balita yang ada di wilayah Posyandu; K adalah jumlah balita yang terdaftar dan yang memiliki KMS; D adalah jumlah balita yang datang ditimbang bulan ini; dan N adalah jumlah balita yang naik berat badannya.
BACA JUGA : DIY Upayakan Prevalensi Stunting 14 Persen Pada Akhir Tahun 2024
BACA JUGA : BKKBN DIY Ajak Pemangku Kepentingan Berperan Aktif Dalam Upaya Percepatan Penurunan Stunting
“Kalau di per S itu pendekatannya selain intervensi gizi spesifik dan sensitif, juga penimbangan akurat lewat antropometri,” katanya.
Menurut Suhartanta, program makan bergizi gratis seharusnya dapat memperbaiki gizi pada bayi, termasuk anak-anak.
Sementara itu, Komandan Kodim 0730/Gunungkidul, Letkol Inf Roni Hermawan menilai program makan bergizi gratis akan menyasar bukan hanya pelajar SD hingga SMA/SMK tetapi juga ibu hamil. Kodim mencatat ada 120.000 sasaran program tersebut di Gunungkidul pada 2025.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kelurahan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Gunungkidul, Sujarwo mengatakan Gerakan Serentak Pemantauan Tumbuh Kembang Balita yang digelar pada Juni 2024 menghasilkan angka prevalensi sementara angka stunting sebesar 17,02%.
BACA JUGA : Audit Kasus Stunting Soroti Pemahaman Nutrisi Masyarakat Di Kota Yogyakarta
BACA JUGA : RSUD GASPOL Penyuluhan ASI Eksklusif dan Stunting di Desa Luwungragi
Namun demikian, gerakan yang sama digelar pada Agustus 2024 menghasilkan angka prevalensi 14,37%. Angka ini didapat setelah data yang ada melalui proses optimalisasi validasi data.
“Gerakan tersebut dilakukan melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan di Posyandu. Itu bukan gerakan serentak intervensi, tapi gerakan serentak pemantauan tumbuh kembang balita melalui pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat badan di Posyandu,” kata Sujarwo.