BACA JUGA : Inovasi Saka Wirausaha, Diskop UKM Yogyakarta Mendapat Penghargaan Skala Nasional
BACA JUGA : Kurangi dan Tekan Angka TBC, Pemkot Yogyakarta Layani Pemeriksaan Gratis di 18 Titik Puskesmas
Pernah juga Riski menolak penitipan barang yang dirasa mencurigakan. Pernah ada orang hendak menitipkan satu vapor. Itu tidak masuk akal, lantaran barang yang seukuran bungkus rokok itu seharusnya bisa dibawa sendiri, tanpa perlu dititipkan.
Sementara barang yang paling lama berada di Kost Box, sudah sampai bertahan dua tahun. Sampai saat ini, barang yang terbungkus kardus itu masih tersimpan di gudang.
“Dua tahun enggak diambil, tapi masih dibayar. Sempet ngilang juga, orang dari luar Pulau Jawa, kayaknya lagi skripsian dan lagi ninggalin Jogja,” katanya.
Mempertemukan Lebih dan Kurang Ruang
Sebagian orang memiliki ruang, bangunan, atau lahan yang berlebih. Di sisi lain, sebagain orang membutuhkan ruang untuk berbagai aktivitasnya. Potensi dan kebutuhan ini bisa dipertemukan, dengan sebuah perantara.
Sistem itu yang hendak Riski Usada terapkan ke depannya. Secara garis besar, dia ingin membuat semacam Airbnb versi penitipan barang.
BACA JUGA : Dari Digitalisasi Desa hingga Target Zero Waste, Kustini Janji Akan Buat Sleman Jadi Lebih Baik
BACA JUGA : Cegah KKN di Wilayah Jogja, Afnan Singgih Siapkan Reward and Punishment Demi Pemerintahan yang Sehat
“Jadi perantara orang-orang, pengen bikin orang sharing spacenya. Apalagi saat ini harga properti semakin naik,” kata Riski.
Cara ini juga yang memungkinkan sebagai pengembangan usaha Kost Box. Berbeda dengan produk makanan, yang pengembangannya bisa dengan memperbanyak produk, usaha penitipan barang punya tantangan tersendiri dalam meningkatkan skala usahanya.
Ke depan, Kost Box akan banyak berkolaborasi dengan orang yang ingin memanfaatkan ruang berlebihnya.
Semuanya akan masuk dalam proses pendataan, untuk semakin melihat potensi masalah dan solusinya. Seperti awal Riski membuka Kost Box, peningkatan skala bisnis ini juga perlu riset.
“Kebanyakan orang usaha bikin produknya dulu baru marketing. Saya kebalik, survei dulu, kumpulin market-nya, kebutuhannya apa, baru jualin,” katanya.