Kasus Stunting Meningkat di Bantul, Dinas Kesehatan Sebut Penyebabnya Sangat Kompleks

Selasa 12-11-2024,13:49 WIB
Reporter : Penta Daniel Pratama
Editor : Syamsul Falaq

diswayjogja.com - Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul mencatat angka prevalensi stunting di Bantul mengalami peningkatan 0,27 persen pada Agustus 2024, dibandingkan Juni 2024. 

Di mana pada Agustus 2024 angka prevelensi stunting tercatat ada di angka 7,28, sementara di Juni 2024 angkanya mencapai 7,01.

"Untuk September 2024, belum. Ya, ada peningkatan 0,27. Untuk kapanewon yang memiliki angka prevalensi stunting tertinggi masih di Kapanewon Imogiri," kata Kepala Dinkes Bantul Agus Tri Widiyantara , Selasa (12/11/2024).

Agus sendiri enggan mengungkapkan mengenai apa yang menyebabkan, adanya peningkatan angka prevalensi stunting tersebut. 

Meski demikian, Agus mengaku saat ini Dinkes terus berusaha untuk menekan angka prevelensi stunting tersebut.

"Jangan sampai di 2025 ada peningkatan nantinya. Untuk itu kami terus melakukan evaluasi terkait penanganan stunting dan melakukan berbagai terobosan agar angka prevelensi stunting ini bisa ditekan," imbuhnya.

BACA JUGA : Tarif dan Lokasi Keberangkatan Bus Damri di Jogja, Cek Lengkapnya Jika Ingin Bepergian

BACA JUGA : Terima Penghargaan Anugerah Penyiaran, Eko Suwanto Katakan Jogja Kaya Akan Nilai Budaya Tinggi

Persoalan Stunting yang Kompleks

Menurut Agus, persoalan stunting sangat kompleks. Karena, kata dia, tidak hanya mengenai masalah pemenuhan gizi, akan tetapi juga menyangkut pola asuh anak. 

Alhasil, anak yang mengalami stunting, menurut Agus tidak hanya terjadi di keluarga dengan ekonomi rendah, tapi juga ekonomi menengah dan atas.

"Karena saat ini banyak anak yang diasuh oleh orang lain. Kami mencatat ada 41 persen anak yang diasuh oleh orang tua di Bantul. Dan, ini menjadi salah satu faktor penyebab adanya stunting," lanjut Agus.

Untuk anak yang diasuh selain oleh orang tua, diakui oleh Agus, cukup sulit untuk melakukan intervensi, pencegahan dan penanganan stunting. Hal ini berbeda, saat anak diasuh oleh orang tua.

"Karena biasanya kalau bukan orang tua yang mengasuh, anak itu cenderung tidak menghabiskan makanan akan dibiarkan saja. Ini yang cukup susah untuk diturunkan," jelasnya.

Oleh karena itu, Agus mengaku pada 2024, Dinkes tidak hanya fokus pada pemberian makanan tambahan (PMT), akan tetapi juga memberikan makanan tambahan dalam bentuk komunitas. Harapannya, dengan pemberian makanan tambahan dalam bentuk komunitas, upaya intervensi yang dilakukan oleh Dinkes bisa lebih optimal.

BACA JUGA : Jenang Pasar Ngasem Yu Jumilah, Kuliner Jogja yang Jadi Buruan Banyak Wisatawan

Kategori :