Cacing sutera juga nantinya akan terus berkembang biak tanpa harus menebar benih secara berulang.
Cacing sutera yang akan dijual pun tinggal dibersihkan ke wadah yang sudah disiapkan. “Bisa dikatakan usaha ini terbilang minim risiko,” ujarnya.
BACA JUGA : Rakordal TW III Tahun 2024, Aset DIY Berpotensi Untuk Tingkatkan PAD
BACA JUGA : Rebranding Yogyakarta Sebagai City of Festival Diharapkan Bisa Tingkatkan Lama Tinggal Wisatawan
Ari menuturkan dalam sepekan dirinya biasanya bisa menjual 50 kilogram. Palet tersebut ditebar ke lahan yang sudah menjadi habitat cacing sutera dua hari sekali.
“Jadi untuk palet, satu tenaga pengayak, dan listrik sekitar Rp 4 juta per bulan. Untuk penjualan biasanya bisa Rp 11 juta sebulan,” jelasnya.
Lurah Gadingsari, Widodo mendukung usaha yang dijalankan Ari. Bahkan, kalurahan sedang melakukan upaya pemberdayaan dalam budi daya cacing sutera.
“Kami siapkan Rp 25 juta dari APBKal untuk pengembangan pembudidayaan ini. Karena pangsa pasar khusus cacing sutera yang masih banyak tetapi penjualnya sedikit. Kami juga siapkan tanag kas desa [TKD] sekitar 1.500 meter untuk pemberdayaan cacing sutera untuk kelompok tani di sini,” jelasnya.