BACA JUGA : Mengulik Ritual dan Tujuan Jamasan Pusaka Keraton Yogyakarta
Menariknya lagi, setiap pertunjukan wayang bisa menyertakan 300-400 penari yang digelar selama tiga sampai empat hari berturut-turut mulai dari pukul 06.00 hingga 23.00 WIB.
Pada masa sebelumnya, pegelaran wayang tersebut akan selesi pada pukul 18.00 WIB, jika listrik telah muncul maka pertunjukan di perpanjang sampai tengah malam.
Untuk biaya produksi gelaran wayang ini bisa saja mencapai biaya sebesar 15 ribu gulden hingga 200 ribu gulden, untuk pembuatan busana.
Diketahui busana yang digunakan para penari meminjam dari pakaian prajurit. Krakterisasi para tokoh levelnya turut naik, termasuk kelengkapan pentas yang dibuat menjadi lebih realistis.
Persebaran Wayang Orang di Jawa Tengah dan Keraton Jogja
Wayang wong berasal dari Mataram Kuno di Jawa Tengah. Wayang wong ini juga turut dilestarikan oleh kerajaan penerusnya, yakni seperti Majapahit, Singasari, dan Kediri.
BACA JUGA : Festival Kethoprak dengan Tema Besar Panji, Sarana Penguatan Identitas dan Karakteristik Ketoprak
BACA JUGA : Kisah Iwe, Musisi Jalanan yang Hiasi Persimpangan Jalan Yogyakarta, Penuh Makna Menarik
Begitu juga dengan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat melalui Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792). Di mana yang merupakan raja pertama yang menciptakan uang kesenian menarik tersebut.
Pagelaran wayang orang diselenggarakan pada tahun 1757. Pagelaran tersebut mengangkat lakon Gandawardaya di Jogja.
Selain itu, wayang ini juga kerap digelar sebagai pertunjukan ritual kenegaraan hingga untuk merayakan upacara-upacara penting seperti ulang tahun penobatan Raja dan pernikahan anak.
Perkembangan Wayang Orang di Ruang Lingkup Keraton Yogyakarta
Pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono V (1823-1855), wayang orang berkembang pesat yang terkenal memiliki perhatian khusus pada seni dan budaya.
Setidaknya pertunjukan wayang wong pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono digelar hingga sebanyak lima kali.
Sri Sultan Hamengku Buwono V juga melakukan pengembangan penulisan Serat Kandha. Di mana yang telah dimulai sejak masa Sri Sultan Hamengku Buwono I.