Lodeh Kluwih: Simbol Kesederhanaan dan Ritual Penting Keraton Yogyakarta

Senin 28-10-2024,08:12 WIB
Reporter : Dikana Alfina
Editor : Syamsul Falaq

Tidak hanya yang datang dari keluarga bangsawan, tapi juga masyarakat biasa boleh memasak lodeh kluwih. Hal ini karena bumbunya yang mudah didapat dan cocok untuk memasak apa saja.

3. Dinilai Makanan yang Layak Untuk Disajikan Pada Sultan

Dalam kepercayaan keluarga Keraton Yogyakarta, buah kluwih merupakan salah satu perlambangan dari woh kang linuwih atau buah yang memiliki kelebihan.

Hal ini bisa dilihat dari bijinya atau yang disebut dengan beton. Biji dadi buah kluwih ini memiliki ukuran yang besar dan memiliki rasa gurih saat dimasak. 

BACA JUGA : Lupis Mbah Satinem, Jajanan Legendaris Khas Jogja yang Pernah Disantap Presiden Indonesia Ke-2

BACA JUGA : Explore Jogja Lewat Lomba Fotografi Bertema Sumbu Filosofi Jogja Untuk Dunia

Selain karena besar, beton kluwih juga keras dan tidak mudah hancur saat dimasak. Makna-makna tadi menyimpulkan bahwa kluwih bermakna kesederhanaan, pengayoman, dan kekuatan. 

Ditambah lagi dengan rasanya yang lezat, membuat lodeh kluwih layak menjadi makanan Sultan Ngayogyakarta Hadiningrat karena beliau adalah sosok yang linuwih atau berkedudukan lebih tinggi dari lainnya. 

4. Kluwih Juga Dipakai U ntuk Ritual Penting Keraton

Sebagian besar masyarakat mungkin asing dengan kluwih atau mungkin baru mendengar nama buah yang satu ini.

Seringkali buah ini dikira dengan sukun tapi jika diperhatikan lebih lanjut, keduanya memiliki karakteristik yang berbeda terutama di bagian kulitnya.

BACA JUGA : Taman Sari Jogja Tidak Hanya Destinasi Wisata, Pesanggarahan Keraton Punya Banyak Fungsi

BACA JUGA : Fakta Menarik Tentang Jogja Belum Diketahui Banyak Orang, Pernah Menjadi Ibu Kota Indonesia

Buah kluwih sendiri banyak  tumbuh di wilayah tropis dan pasifik.  Termasuk di Keraton Jogja, pohon kluwih juga banyak ditemukan di sekitarnya.

Oleh karena itu,  bagian dari pohon besar dengan daun lebar jari-jari tersebut juga kerap dijadikan sebagai bagian dari sesaji di beberapa upacara adat.

Salah satunya adalah pada saat ritual tetesan atau siraman, menggunakan daun kluwih sebagai alas duduk yang dinilai merupakan simbol dari pengayoman. 

Kategori :