Bara ADIL Dideklarasikan, Buka Layanan Pendampingan Hukum bagi Korban Aksi Unjuk Rasa

Bara ADIL Dideklarasikan, Buka Layanan Pendampingan Hukum bagi Korban Aksi Unjuk Rasa

Menghadapi gelombang represivitas aparat terhadap ekspresi masyarakat sipil, Barisan Advokasi Rakyat untuk Demokrasi dan Keadilan (BARA ADIL) resmi dideklarasikan di Universitas Islam Indonesia (UII), Cik Di Tiro, Yogyakarta, Jumat (12/9/2025). --Foto: Anam AK/diswayjogja.id

YOGYAKARTA, diswayjogja.id - Menghadapi gelombang represivitas aparat terhadap ekspresi masyarakat sipil, Barisan Advokasi Rakyat untuk Demokrasi dan Keadilan (BARA ADIL) resmi dideklarasikan di Universitas Islam Indonesia (UII), Cik Di Tiro, Yogyakarta, Jumat (12/9/2025). 

Koalisi ini dibentuk sebagai respons atas kekerasan, penangkapan massal, hingga kematian yang terjadi dalam aksi unjuk rasa 29–31 Agustus 2025.

Prwakilan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Kharisma Wardhatul Khusniah, menyampaikan bahwa Bara ADIL hadir sebagai bentuk perlawanan sipil terhadap upaya pembungkaman ruang demokrasi dan ekspresi warga negara.

“Bara ADIL dibentuk untuk mengakomodir situasi represivitas aparat yang semakin hari semakin meningkat. Harapannya, bukan hanya untuk mendampingi korban aksi 29–31 Agustus, tapi juga menjadi ruang advokasi jangka panjang atas segala bentuk kriminalisasi dan pembungkaman terhadap warga sipil,” ujar Kharisma. 

BACA JUGA : Massa Aliansi Jogja Memanggil Tuntut Reformasi Total Kepolisian, Pasca Tewasnya Pengemudi Ojol

BACA JUGA : Seribuan massa Aliansi Jogja Memanggil Unjuk Rasa di Bundaran UGM, Desak Reformasi Total Polri dan TNI

Dalam catatan Bara ADIL, selama rentang waktu 29 hingga 31 Agustus 2025, sebanyak 66 orang mengalami penangkapan dan luka-luka, termasuk 24 anak di bawah umur.

Seorang mahasiswa juga dilaporkan meninggal dunia. Laporan dari YLBHI bahkan menunjukkan skala kekerasan yang lebih besar di mana 3.337 orang ditangkap di 20 kota, 10 orang meninggal dunia, dan 1.042 orang luka-luka yang harus dilarikan ke rumah sakit.

Kharisma menyebutkan berbagai pola kekerasan ditemukan dalam penanganan aksi, mulai dari penganiayaan, perusakan barang pribadi, pembakaran kendaraan, hingga pelarangan mural dan pembatasan akses bantuan hukum.

“Banyak dari korban kami duga adalah korban salah tangkap. Termasuk dua orang yang sampai saat ini masih ditetapkan sebagai tersangka, padahal dari informasi yang kami peroleh, tidak ada aksi yang terkoordinir pada 31 Agustus lalu, hanya massa yang melintas di depan Polda,” katanya. 

BACA JUGA : Mahasiswa Amikom Yogyakarta Meninggal, Ayah Korban Sebut Ada Bekas Sayatan dan Sepatu PDL

BACA JUGA : Kapolda DIY: Tim dari Jakarta Selidiki Kematian Mahasiswa Amikom Rheza

Kharisma juga menyampaikan adanya hambatan dalam pendampingan hukum, meskipun tim hukum sudah mendapatkan kuasa dari keluarga korban.

“Kami sudah mendapatkan kuasa lisan dan melalui hotline keluarga, tapi tetap tidak diberikan akses bertemu dengan korban. Saat ini satu orang dewasa masih ditahan di Polda DIY dan satu anak dititipkan di tempat rehabilitasi remaja,” jelasnya. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait