Aktivis Yogyakarta Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Sebut Reformasi 1998 Sudah Mati
Sejumlah aktivis Yogyakarta menggelar aksi penolakan terhadap keputusan pemerintah yang menetapkan Presiden ke-2 RI, Soeharto, sebagai pahlawan nasional, di Monumen Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Yogyakarta, Senin (10/11/2025).--Foto: Anam AK/diswayjogja.id
YOGYAKARTA, diswayjogja.id - Sejumlah aktivis Yogyakarta menyatakan penolakan terhadap keputusan pemerintah yang menetapkan Presiden ke-2 RI, Soeharto, sebagai pahlawan nasional.
Aksi yang diikuti puluhan aktivis tersebut digelar di Monumen Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Yogyakarta, Senin (10/11/2025).
Salah satu perwakilan forum Cik Di Tiro, Tri Wahyu, menilai penetapan Soeharto sebagai pahlawan merupakan bentuk pengkhianatan terhadap semangat reformasi 1998.
“Sebagai bagian dari pelaku sejarah gerakan 1998, kami melihat ini sebagai tanda bahwa reformasi sudah mati, tepatnya dibunuh oleh Prabowo Subianto dan Gibran bin Jokowi,” ungkap Tri Wahyu.
BACA JUGA : Akademisi dan Aktivis HAM Yogyakarta Tolak Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto
BACA JUGA : Herlambang Kritik Wacana Soeharto Jadi Pahlawan, Sebut Impunitas dan Manipulasi Hukum Makin Sistematis
Menurutnya, keputusan tersebut menjadi ironi bagi gerakan demokratisasi di Indonesia, khususnya bagi aktivis dan masyarakat yang berjuang melawan otoritarianisme di era Orde Baru.
“Dulu ratusan ribu rakyat turun ke jalan menuntut Soeharto mundur. Sekarang justru dia diberi gelar pahlawan. Ini kabar duka bagi gerakan demokrasi,” ujarnya.
Tri Wahyu juga menyinggung sejumlah kasus pelanggaran HAM yang belum tuntas sejak masa pemerintahan Soeharto, termasuk kasus pembunuhan jurnalis Udin, wartawan Harian Bernas Yogyakarta pada 1996.
“Kasus Udin yang dibunuh saat memberitakan dugaan suap di masa Soeharto belum pernah tuntas hingga kini. Bagaimana mungkin pelanggar kemanusiaan dijadikan pahlawan?” tambahnya.
BACA JUGA : Penasihat Presiden Ahmad Dofiri Ungkap Kebijakan Sri Sultan Saat Tangani Isu SARA di Yogyakarta
BACA JUGA : Jokowi Ucapkan Selamat Ulang Tahun ke-74 untuk Presiden Prabowo Sekaligus Puji Kinerja Pemerintahannya
Dia menyebut langkah pemerintah memberi gelar tersebut tidak bisa dilepaskan dari kepentingan politik menjelang tahun politik 2025–2026.
Menurutnya, Soeharto menjadi target utama penghargaan, sementara tokoh lain seperti Gus Dur dan Marsinah hanya dijadikan simbol moderasi agar penetapan itu tampak seimbang.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: