Masyarakat Gunungkidul Masih Menggelar Berbagai Upacara Adat Sebagai Bentuk Pelestarian Budaya

Untuk mengikuti upacara ini hingga selesai, masyarakat setempat juga diminta untuk menyiapkan gunungan atau nasi beserta lauk pauk dan sesajen.

Gunungan tersebut nantinya akan diarak menuju pusat acara yang sudah ditentukan. Acara penutup diisi dengan mengambil nasi kenduren dan menghadiri pentas seni di malam harinya.

2. Gumbregan

Selanjutnya, ada Gumbregan merupakan upacara adat di Gunungkidul yang diadakan pada pagi hari Jumat atau Selasa Kliwon di bulan Suro.

BACA JUGA : Dongkrak Potensi UMKM, Pemkab Gunungkidul Siapkan Data Sekolah-Sekolah Terkait Program Makan Gratis

BACA JUGA : Walang Goreng, Kuliner Ekstrem Khas Gunungkidul yang Punya Banyak Khasiat

Upacara adat yang satu ini digelar sebagai salah satu perwujudan rasa syukur atas limpahan rezeki kepada masyarakat berupa hewan ternak.

Selain itu, upacara adat Gumbregan juga bertujuan untuk meminta keselamatan untuk seluruh warga serta upaya untuk mendapatkan hasil pertanian dan peternakan yang melimpah di setiap musimnya.

3. Ngalangi

Upacara adat berikutnya yaitu sedekah laut atau yang disebut juga dengan “ngalangi”. Upacara adat di Gunungkidul yang satu ini rutin dilaksanakan setiap tahunnya.

Biasanya, Ngalangi dilakukan di Pantai Sadeng, yang digelar setiap bulan Sura di hari Jumat Kliwon atau bertepatan dengan bulan Muharram dalam kalender Arab.

BACA JUGA : 10 Kapanewon di Gunungkidul Masuk Zona Merah Kerawanan Pilkada 2024, Simak Wilayahnya

BACA JUGA : Penilaian Desa Anti korupsi Indonesia Bersih, Kalurahan Gari Maju Mewakili Gunungkidul

Berbeda dengan Sedekah Laut Saptosari, upacara tersebut berlangsung kurang lebih sebanyak sepuluh kali dalam setahun.

Untuk mengawali upacara adata Ngalangi, masyarakat akan ngadakan upacara Golongan sebagai bentuk rasa syukur terhadap hasil ikan teri yang melimpah.

Sumber: jogja.idntimes.com