Mengenang Pejuang KH Muchlas Tegal, Bekali Santri Bambu Runcing untuk Melawan Penjajah
TUNJUKAN FOTO – Kolonel (Purn) Nur Kaukab Muchlas menunjukkan foto KH Muchlas di kediamannya, Senin, 25 Maret 2024.-K. ANAM SYAHMADANI/RADAR TEGAL -
TEGAL, DISWAYJOGJA- Ulama menjadi figur yang tidak terpisahkan dalam usaha perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan dari tangan para penjajah. Di zaman penjajahan, salah satu ulama di Tegal yang berperan penting dalam perjuangan melawan penjajah adalah KH Muchlas. Seperti apa peran dan sepak terjang KH Muchlas?
Ornamen bambu runcing menjulang tinggi ke langit di atas gapura madrasah ibtidaiyah. Gapura tersebut menjadi pintu masuk sebuah kawasan bersejarah yang erat kaitannya dengan zaman penjajahan.
Di kawasan inilah, seorang ulama kharismatik, KH Muchlas, mendirikan sebuah pesantren yang selanjutnya banyak melahirkan santri-santri pejuang.
BACA JUGA:Ki Tobat Surono, Dalang Serba Bisa Asal Tegal, Piawai Melakonkan Babad
Selain madrasah ibtidaiyah dan pondok pesantren, di kawasan itu terdapat lembaga pendidikan mulai dari PAUD hingga TK atau RA yang kini dikelola Yayasan Syiarul Islam.
KH Muchlas lahir pada 1886 dan merupakan putra dari KH Chasan, seorang warga biasa yang bermukim di Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal. Kepada KH Muchlas, KH Chasan menyerahkan pengelolaan masjid yang kini dikenal dengan nama Masjid Panggung.
Menurut catatan yang ada, masjid tersebut dikembangkan pada 1922. Dari pesantren dan masjid inilah KH Muchlas menggembleng santri-santrinya dengan Trilogi Perjuangan, yaitu Olah Fikir, Olah Raga, dan Olah Rohani.
Bukan hanya dari Tegal, santri KH Muchlas berasal dari berbagai daerah di seluruh Nusantara, juga ada yang dari Malaysia.
“Masjid tersebut menjadi tempat untuk menggladi para santri menjadi calon pejuang kemerdekaan,” kata anak tertua KH Muchlas, Kolonel (Purn) Nur Kaukab Muchlas, 82, beserta sang istri Nadhiroh, 79, di kediamannya Jalan KH Zaenal Arifin Kota Tegal, Senin, 25 Maret.
BACA JUGA:Cara Ki Tarto, Dalang Asal Brebes Pertahankan Warisan Leluhur di Era Modernisasi
Nur Kaukab merupakan putra pertama dari sembilan bersaudara yang dilahirkan dari pasangan KH Muchlas dan Nyai Hj Faridah Muchlas. Delapan saudara lainnya meliputi (Alm) Komaruzaman, (Alm) Syamsul Falah, Lutfatul Latifah, Rodotul Munarah, Milatul Hanifah, Mutmainah, Salamatul Afiyah, dan Mustabsirohtul Umah.
Trilogi Perjuangan pertama, Olah Fikir, terang Nur Kaukab, diimplementasikan KH Muchlas melalui pemberian ilmu pengetahuan melalui pondok pesantren yang dikelolanya. Kedua, Olah Raga melalui latihan mengunakan bambu runcing di lapangan yang sekarang untuk Tempat Pemakaman Panggung. Ketiga, Olah Zikir dengan berzikir kepada Allah SWT.
Masjid Panggung menjadi tempat untuk mendoakan bambu runcing yang akan digunakan berjuang para santri setelah lulus dari pondok pesantren.
“Pada waktu lulus para santri diberi bambu runcing, dengan didoakan bismillahi biaunillah. Dengan nama Allah, dengan pertolongan Allah. Bantuan Allah saja yang akan membantu perjuangan,” tutur Nur Kaukab.
Salah satu santri KH Muchlas yang menjadi pejuang adalah Sersan Achmad. Kesaksiannya tentang pemberian doa untuk bambu runcing oleh KH Muchlas dituangkan Achmad dalam buku Tegal Berjuang yang ditulisnya. Buku tersebut baru-baru ini diluncurkan Sekretariat DPRD Kota Tegal dan akan menjadi cinderamata resmi untuk para tamu yang berkunjung ke DPRD.
BACA JUGA:Peringati Hari Wayang Nasional, Tiga Dalang Lintas Generasi Tampil di Pendapa Bumiayu
Ornamen bambu runcing berbentuk cocolan tidak hanya menyemat di atas gapura, melainkan juga ada di dalam Masjid Panggung. Ornamen bambu runcing yang kemudian dikenal dengan Cocolan KH Muchlas sengaja dibuat untuk pengingat sekaligus penanda perjuangan KH Muchlas dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Tidak hanya itu, KH Muchlas juga tercatat sebagai pelopor Pawai Rolasan dengan menggunakan obor atau oncor. “Pawai tradisional saat Maulid sebenarnya penjabaran dari pasukan perjuangan dengan menggunakan oncor. Pawai itu untuk menyemangati perjuangan,” ucap Nur Kaukab yang merupakan seorang veteran TNI Angkatan Udara.
Tidak tinggal diam, penjajah mencium sepak terjang KH Muchlas. KH Muchlas lalu menghindar dari kejaran penjajah ke Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.
Di sana, KH Muchlas bergabung dengan KH Machrus Lirboyo, yang juga adik dari istri pertama sang kiai, Nyai Muslichah. Setelah keadaan aman, KH Muchlas kembali melanjutkan perjuangannya di Tegal.
Karena sakit, KH Muchlas wafat pada 1964 dalam usia 78 tahun. KH Muchlas dimakamkan di Tempat Pemakaman Panggung dengan pusara yang cukup biasa dan tidak menonjol dari lainnya.
“Bapak (KH Muchlas) memang permintaannya seperti itu. Tidak mau dibesar-besarkan,” tutur Nadhiroh, menantu sekaligus yang dulu merupakan santriwati KH Muchlas.
Untuk menghormati jasa-jasanya, nama KH Muchlas kini diabadikan sebagai nama jalan yaitu Jalan KH Muchlas di wilayah Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: