Mengenang Masa Kelam Keraton Yogyakarta Pascaperistiwa Geger Sepehi

Mengenang Masa Kelam Keraton Yogyakarta Pascaperistiwa Geger Sepehi

Prasasti Geger Sepehi. Foto: Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta.--

YOGYAKARTA, DISWAYJOGJA.ID – Pada abad ke-19, Keraton Yogyakarta pernah mengalami peristiwa Geger Sepoy atau Geger Sepehi.

Masa-masa kelam itulah yang menyebabkan Sultan Hamengku Buwono II saat itu turun tahta.

Keraton Yogyakarta kala itu dipimpin oleh Sultan Hemengku Buwono III dan Sultan Hemengku Buwono IV .

BACA JUGA:Jadwal Kereta Bandara Yogyakarta Hari Ini 17 Oktober 2022, Cek!

Kisah tentang peristiwa Geger Sepoy atau Geger Sepehi di Keraton Yogyakarta itu akan kembali diceritakan dalam pameran bertajuk "Sumakala: Dasawarsa Temaram Yogyakarta".

Penghageng KHP Nitya Budaya Keraton Yogyakarta GKR Bendara mengatakan pameran ‘Sumakala: Dasawarsa Temaram Yogyakarta’ akan berlangsung di Kompleks Bangsal Pagelaran Keraton Yogyakarta pada 28 Oktober 2022.

"Momentum ini upaya Keraton Yogyakarta untuk merekonstruksi ulang kisah-kisah Sultan terdahulu," ujar GKR Bendara, Senin 17 Oktober 2022.

GKR Bendara mengatakan pameran itu akan merekonstruksi kisah-kisah perjuangan Sultan HB III dan Sultan HB IV yang mencoba bangkit dari peristiwa Geger Sepehi.

BACA JUGA:Ini Daftar Kelurahan di Bantul yang Rawan Bencana Banjir dan Longsor

Berbagai desakan politik dari Pemerintahan Inggris terhadap Sultan Hamengku Buwono III saat itu, menurut dia, berdampak ketidakstabilan perekonomian karena biaya perang harus ditanggung oleh Keraton Yogyakarta.

Kondisi itu harus disaksikan oleh putra mahkota GRM Ibnu Djarot yang masih belia.

Klimaksnya, pangeran harus menyaksikan kondisi ketika ayahandanya meninggal setelah dua tahun bertakhta sehingga putra mahkota yang kala itu masih berusia 10 tahun harus menggantikan kedudukan Sultan dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono IV.

"Meskipun kedua Sultan, yakni Sultan ketiga dan Sultan keempat mengalami kondisi yang sulit, tetapi berbagai prestasi dalam pemerintahan maupun pembangunan kebudayaan di keraton turut disumbangkan," ujar Bendara.

BACA JUGA:Ini 5 Zona Merah di Gunungkidul yang Disebut Rawan Longsor, TRC Siaga 24 Jam

Beberapa karya pada masa kedua Sultan itu yang masih bisa dijumpai sampai sekarang, antara lain tari Bedhaya Durmakina, Babad Ngayogyakarta, dan kereta-kereta kebesaran dari masing-masing Sultan.

Putri Sultan Hamengku Buwono X ini mengakui pameran "Sumakala" tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Keraton Yogyakarta dan tim pameran sebab pascaperistiwa Geger Sepehi (1812), keraton yang megah harus porak-poranda.

Hal itu membuat benda budaya, kekayaan material, hingga pusaka yang dimiliki keraton dijarah habis-habisan oleh prajurit Sepoy.

BACA JUGA:Stok Vaksin Booster di Yogyakarta Menipis, Menkes Belum Merepson Pengajuan Tambahan

"Sumber-sumber mengenai pemerintahan keraton pada awal abad ke-19 praktis tidak banyak ditemukan. Di sinilah keraton mencoba membaca ulang sejarah semasa 1812-1822 dan mewujudkannya dalam bentuk visual," katanya.

Dalam rangkaian pameran itu, berbagai kegiatan pendukung juga akan digelar, mulai napak tilas kediaman putra mahkota, menjelajahi ruas penyerangan Geger Sepehi, hingga berbagai diskusi dan lokakarya yang berkaitan dengan tema pameran.

"Sebagai institusi budaya sekaligus museum yang inklusif, Keraton Yogyakarta juga menggandeng komunitas untuk bekerja sama dalam penyelenggaraan pameran," kata Bendara. (*)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: jpnn.com