Garin Nugroho: 70 Persen Filmmaker Indonesia Lahir dari Jogja, JAFF Jadi Motor Ekosistem
Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) Market digelar di Jogja Expo Center (JEC), berlangsung selama tiga hari, dari 29 November hingga 1 Desember 2025.--Foto: Anam AK/diswayjogja.id
Dia turut menyampaikan apresiasi kepada komunitas kreatif, akademisi, serta seluruh pihak yang mendukung berlangsungnya festival selama lebih dari dua dekade.
Sementara itu, Festival Director JAFF, Ifa Isfansyah, menggunakan panggung pembukaan untuk menyampaikan sebuah manifesto penting terkait kondisi arsip film nasional.
BACA JUGA : Kotabaru Heritage Film Festival Suguhkan 22 Film Terpilih, Bisa Nonton Gratis
BACA JUGA : Dari Layang-Layang Hingga Sinema, Sleman Creative Weeks 2025 Rayakan Inovasi Lintas Generasi
Dia mengungkapkan bahwa meski ekosistem perfilman Indonesia mengalami perkembangan signifikan, upaya pelestarian arsip film justru tertinggal jauh.
“Semakin kita mengulik memori 20 tahun JAFF, semakin kita menemukan bahwa PR kita terhadap perfilman Indonesia masih sangat besar,” terang Ifa.
Pihaknya mencontohkan hilangnya akses terhadap film “Opera Jawa” karya yang membuka edisi pertama JAFF dua dekade lalu.
Untuk memutarnya kembali, panitia terpaksa meminta materi film dari Prancis, negara yang memiliki sistem arsip sinema yang jauh lebih matang.
BACA JUGA : Soimah Ungkap Perjalanan Hidup di Yogyakarta, Curhat ke Sri Sultan Soal Pajak Seniman
BACA JUGA : Kisah Seniman Mural Eko Virgi asal Yogyakarta yang Mengalirkan Seni dari Hati
Ifa menegaskan bahwa tanpa strategi nasional untuk arsip film, bangsa ini berisiko kehilangan bagian penting dari sejarahnya. Film, katanya, bukan hanya tontonan, tetapi rekaman identitas budaya.
“Jutaan penonton hari ini tidak ada artinya jika 10 tahun lagi film itu hilang tanpa jejak. Film adalah benda bersejarah yang menyimpan suara, kegelisahan, harapan, hingga keberhasilan sebuah bangsa,” tegasnya.
Dia menyerukan agar pemerintah menjadikan arsip film sebagai prioritas budaya nasional melalui investasi jangka panjang, infrastruktur laboratorium, restorasi, hingga digitalisasi.
“Negara yang tidak memiliki arsip film bukan hanya hilang secara sejarah, tetapi tidak percaya bahwa masa depannya layak dibentuk dengan ingatan yang benar,” ujarnya dalam manifesto.
BACA JUGA : GIK UGM Hadirkan Pameran 'Mampir Gelanggang', Sajikan 138 Karya Visual dari 18 Seniman
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: