“Digitalisasi membutuhkan public trust atau kepercayaan publik, yang terdiri dari dua unsur penting: Transparansi dan akuntabilitas. Blockchain dapat memberikan jaminan terhadap keduanya,” terang Suryo dalam sesi keynote speech ICoSI.
BACA JUGA : Pelajar SMA Asal Amerika Serikat Belajar Filosofi Wiru Jarik dan Gerakan Tari di UMY
BACA JUGA : Mahasiswi UMY Ciptakan Inovasi Makanan Sehat Praktis Berbasis Buah dan Sayur
Suryo menjelaskan konsep dasar blockchain sebagai sistem yang tersusun dari entitas-entitas yang terhubung dan terdistribusi. Tidak seperti sistem konvensional yang terpusat, blockchain menyimpan data dalam jaringan yang terdistribusi namun tetap saling terhubung, sehingga lebih tahan terhadap upaya manipulasi.
Perkembangan teknologi seperti Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IoT), hingga big data menuntut adanya sistem pengaman digital yang andal.
Blockchain, sebagai teknologi yang berbasis pada sistem terdistribusi dan terenkripsi, dinilai mampu menjawab kebutuhan tersebut. Suryo mengungkapkan bahwa sistem ini tidak hanya mampu mengamankan data, tetapi juga proses bisnis secara lebih efisien dan aman.
Suryo menyebutkan bahwa pada Juli 2025, pemerintah Indonesia melalui regulasi terbaru telah memasukkan blockchain ke dalam sektor bisnis strategis nasional, bahkan memberikan insentif berupa pembebasan pajak untuk aset digital berbasis blockchain.
BACA JUGA : Pemain Timnas Jerman U-15 Berdarah Indonesia Said Brkic Main Bareng Akademi HW di Lapangan UMY
BACA JUGA : Drone Inovasi FT UMY Siap Bantu Penanganan Bencana Tanpa GPS
“Regulasi terbaru dari Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa aset digital berbasis blockchain, yang disebut crypto asset, kini bebas pajak. Ini adalah peluang besar, termasuk bagi kampus dan pelaku usaha untuk memanfaatkan teknologi ini secara lebih serius,” imbuhnya.
Suryo juga percaya bahwa blockchain berpotensi besar diterapkan di sektor pendidikan, termasuk dalam sistem keuangan kampus, penerbitan ijazah digital, hingga pengelolaan nilai mahasiswa. Kendati demikian, ia tidak menampik masih adanya tantangan besar dalam penerapannya, khususnya pada kesiapan institusi.
“Penelitian saya menunjukkan bahwa lembaga pendidikan swasta mulai menunjukkan kesadaran terhadap blockchain, tetapi tingkat kesiapan mereka masih rendah. Tantangannya ada pada infrastruktur dan eksekusi. Jika ingin membangun aplikasi yang canggih dan dipercaya publik, maka blockchain harus mulai dipertimbangkan sejak awal,” pungkasnya.