JOGJA, diswayjogja.id - Komisi B DPRD Kabupaten Bantul mendorong Pemkab Bantul untuk menetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di wilayahnya.
Hanya saja, sampai saat ini, Pemkab Bantul belum ada keinginan menerapkan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Sekretaris Komisi B DPRD Kabupaten Bantul Dodi Purnomo Jati mengatakan, dengan adanya 30 sapi mati karena PMK dan 185 sapi terinfeksi PMK, maka sudah saatnya Pemkab Bantul untuk menetapkan sebagai KLB.
Melalui penetapan KLB, Dodi berharap agar bisa mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat. Selain itu, agar akses pendanaan untuk penanganan bisa segera dioptimalkan.
BACA JUGA : Pakar UGM Desak Vaksinasi Menyeluruh Terakait Kasus PMK yang Kembali Melonjak
BACA JUGA : Pemkot Yogyakarta Tingkatkan Kewaspadaan PMK Pada Sapi, Pemantauan Kondisi dan Edukasi
“Sebab, saat ini yang paling dibutuhkan para peternak adalah obat-obatan serta disinfektan,” katanya.
Selain itu, dengan adanya penanganan yang cepat untuk kasus PMK, Dodi berharap agar persoalan harga sapi tidak membuat para peternak semakin merugi.
Karena kenyataan yang ada, akibat PMK, banyak sapi yang dijual murah kepada Dinas untuk bisa mensosialisasikan ke peternak agar tidak menjual sapi dengan murah,” ucapnya.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Bantul Joko Waluyo membenarkan jika saat ini sudah ada 30 sapi mati karena PMK.
BACA JUGA : Kasus PMK Kembali Ditemukan, Fakultas Peternakan UGM Bentuk Satgas Penanggulangan PMK
BACA JUGA : Upaya Cegah Penyebaran Lebih Luas, DPKP DIY Maksimalkan Vaksinasi PMK
Selain itu, pihaknya juga mencatat ada 185 sapi positif PMK. Lalu ada 2 sapi yang dipaksa dipotong karena PMK.
“Untuk persebaran paling banyak di Kapanewon Kretek dengan 87 kasus, disusul Bambanglipuro dengan 50 kasus. Dan Pundong ada 24 kasus,” ucapnya.
Joko memastikan sampai saat ini, DKPP belum menetapkan KLB atas wabah PMK yang terjadi di Bumi Projotamansari. Alasannya, DKPP masih akan melihat perkembangan dalam dua hari terakhir.