Gunungan tersebut terbuat dari bakpia basah dan kering, dengan varian rasa yang bermacam-macam. Di titik akhir kirab yang menempuh sepanjang tiga kilometer, dua buah gunungan tersebut langsung diperebutkan oleh warga.
Diketahui, panganan kecil khas Yogyakarta, bakpia, merupakan hasil akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa karena dulunya diperkenalkan oleh warga Tionghoa.
Pada saat itu, bakpia tidak berisi kacang hijau, namun daging sehingga mirip seperti bakpao. Tidak semua masyarakat di Indonesia menikmati bakpia berisi daging tersebut.
BACA JUGA : Hajad Dalem Grebeg Besar Perayaan Idul Adha, Warga Berebut Ubarampe Gunungan Kakung
BACA JUGA : Awali Pembuatan Gunungan Grebeg Besar, Keraton Yogyakarta Gelar Prosesi Numplak Wajik
Untuk itu, sebagai bentuk penyesuaian, maka masyarakat Yogyakarta memodifikasi bakpia yang berisi kacang hijau. Seiring waktu, bakpia berisi dengan varian rasa, mulai cokelat, keju, nanas, dan lainnya.
Kampung Pathuk Ngampilan disebut sebagai pusat rumahan bakpia, dengan lebih dari 100 pengusaha untuk menyuplai kebutuhan wisatawan. Keunikan lainnya dengan membubuhkan angka di setiap masing-masing pengusaha, yang merupakan masing-masing nomor kediaman para pengusaha tersebut, seperti Bakpia Pathuk 25, Bakpia Pathuk 756, hingga penomoran bakpia pathuk lainnya.