Selain itu, Roswati juga meminta KPU Kota Jogja untuk mengakui serta meminta maaf kepada masyarakat atas maskot yang hanya menunjukkan citra maskulin itu.
“Kami silahkan pada KPU yang tau dapurnya mau menyikapi seperti apa. Tetapi kami paham untuk mengganti ini sudah mepet dan membutuhkan biaya. Yang terpenting ada permintaan maaf, mengakui ini bias gender. Ke depan bisa jadi pembelajaran,” ungkapnya.
Sementara itu, Pelaksana Harian Ketua KPU Kota Jogja Ratna Mustika Sari menyampaikan pihaknya akan berdiskusi dengan KPU DIY dalam menindaklanjuti permohonan pencabutan maskot dari peredaran.
Ratna menuturkan maskot itu merupakan hasil dari sayembara. Dari semula 12 gambar yang diterima KPU Kota Jogja, dipilihlah satu gambar dan sudah melewati proses penjurian.
Ratna mengatakan, berkaitan dengan maskot dia lebih menitikberatkan pada perspektif budaya sehingga terkesan mengabaikan perspektif keadilan gender.
BACA JUGA : Bapemperda DPRD Bantul Targertkan Raperda dan Aturan Penjualan Online Ditetapkan di Triwulan Pertama 2025
BACA JUGA : Tingkatkan Sumber Daya Negeri, Gubernur DIY Jalin Kerjasama dengan Finlandia di Bidang Pendidikan
“Kalau berkaitan dengan badan adhoc kami sudah sangat mempertimbangkan perspektif tersebut (keadilan gender). Dari filosofi kami tidak membedakan ini perempuan atau laki-laki, tapi lebih pada hal-hal yang sifatnya budaya. Kami secara prosedural harus mendiskusikan di internal,” ujar Ratna.
Ratna menjelaskan bahwa maskot Pilkada Jogja itu terinspirasi dari buah kepel. Ini merupakan salah satu flora khas yang telah disahkan oleh Gubernur DIY pada tahun 1992.
Buah kepel sendiri biasanya bergerombol mengelilingi bantang pohon dan ukurannya sekepalan tangan serta beraroma wangi.
Diharapkan masyarakat dapat bekerja untuk tumandang dalam menyukseskan Pilkada Kota Jogja. “Lalu ada motif batik grompol mencerminkan makna persatuan.” tuturnya