Kuliner Tradisional Ayam Ingkung, Warisan Budaya Sarat Filosofi

Selasa 09-07-2024,09:37 WIB
Reporter : M. Fatkhurohman
Editor : M. Fatkhurohman

DISWAYJOGJA – Kebanyakan masyarakat Jawa tak asing dengan salah satu kuliner tradisional legendaris Ayam Ingkung. Hingga saat ini, Ayam Ingkung menjadi masakan turun temurun yang kerap disajikan dalam upacara adat di Jawa, termasuk DIY.

Seiring perkembangan zaman, Ayam Ingkung tidak hanya dapat ditemui dalam upacara adat. Namun mulai dijual secara bebas di berbagai penjuru daerah. Di DIY, masakan bercitarasa gurih ini mudah ditemukan di daerah Bantul. Salah satunya Ingkung Cancut Taliwondo Mbah Kentol milik Mbah H Raden Dalijan. Lokasinya berada di daerah Kentolan Lor, Guwosari, Pajangan, Bantul.

BACA JUGA:Pasar Kangen Yogyakarta Diramaikan Kuliner Hingga Seni Pertunjukan

Mbah Dalijan menyebutkan, usaha kulinernya tersebut telah berdiri sejak tahun 2015. “Saya buka usaha Ayam Ingkung ini berangkat dari sejarah waktu perang. Ini menjadi perjuangan demi melestarikan seni dan budaya kita sebagai orang Jawa. Dulu satu ayam ingkung dinikmati 100 orang untuk kenduri, sesuwir-suwir. Nah sekarang satu ingkung bisa dinikmati 4 orang,” ujar Mbah Dalijan.

Pria berusia 68 tahun itu menyampaikan, nama Ingkung Cancut Taliwondo dipilih sebagai pengejawantahan dari semangat, keberanian, dan persatuan ketika pribumi melawan penjajah dahulu. Penyajian ayam ingkung usaha miliki Mbah Dalijan ini disajikan berbeda dengan Ayam Ingkung lainnya, yakni dengan menggunakan kreneng.

Ayam Ingkung merupakan seekor ayam jantan ini disajikan di dalam kreneng yang berasal dari anyaman bamboo. Kemudian diikat menggunakan tali suh untuk mengeratkannya selama dimasak di dalam panci kurang lebih selama 4 jam.

Mbah Dalijan mengungkapkan, Ayam Ingkung yang berada dalam kreneng diikat dengan tali suh ini menggambarkan keadaan NKRI yang pada akhirnya mencapai keamanan dan persatuan di bawah kepemimpinan Presiden RI setelah merdeka.

Di rumah makan Ingkung Cancut Taliwondo ini, ayam ingkung juga biasanya dinikmati dengan kuah santan hasil rebusan saat memasak ingkung ditemani lalapan sambal dan tumis daun pepaya. Selain pesanan, biasanya Ingkung Cancut Taliwondo Mbah Kentol dapat menjual sebanyak 10-20 ayam ingkung setiap minggunya.

BACA JUGA:Keuntungan KPR BTN Prioritas 2024, Selaraskan Pertumbuhan Financial

Dikutip dari buku ‘Atlas Walisongo’ karya Agus Sunyoto disebutkan bahwa Ayam Ingkung berasal dari ayam tu-kung. Ayam tu-kung adalah sesaji yang berakar dari agama kapitayan yang dahulunya berkembang jauh sebelum agama Islam masuk ke nusantara, yang mana kemudian berkembang menjadi Ayam Ingkung. Ayam tu-kung atau ingkung ini menjadi sesaji yang dipersembahkan dengan tumpeng.

Konon katanya, Ayam Ingkung memiliki arti mengayomi. Kata Ingkung ini diambil dari kata "jinakung" dalam bahasa Jawa kuno dan "manekung" yang berarti memanjatkan doa. Pemilihan ayam sebagai bahan pokok sajian khas Jawa ini juga bukan tanpa makna.

Zaman dahulu, ayam dipilih sebagai salah satu sesaji sebagai simbol manusia. Posisi Ayam Ingkung yang disajikan dengan utuh dan terlihat sedang bersungkur menggambarkan apaila di hadapan pencipta-Nya, manusia harus menunduk atau merendah dan berdoa kepada-Nya. (*)

Kategori :