BREBES (Disway Jogja) - Kehidupan Kartomi, 42, dan isterinya Puji Rahayu, 40, beserta tiga anaknya di rumah sederhana warisan dari orangtuanya dijalani dengan penuh keterbatasan.
Keluarga yang tinggal di RT 03 RW V, Desa Cikandang, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes ini tinggal di rumah yang hampir roboh dan tanpa listrik.
Dari informasi yang dihimpun, keluarga tersebut bahkan harus mengangsu air ke rumah tetangganya untuk keperluan mandi dan lainnya. Sementara untuk buang air besar (BAB) Kartomi atau yang biasa disapa Ato dan keluarga harus ke pinggir sungai yang tak jauh dari rumah. Mereka hidup di rumah tanpa jamban.
Meski tinggal di dalam rumah, Ato bersama isteri dan tiga anaknya harus merasakan kedinginan lantaran dinding rumah yang terbuat dari anyaman bambu sudah bolong-bolong.
Bahkan, ada beberapa bagian dinding yang ambruk. Terlebih di saat hujan, selain karena atap yang bocor, air juga masuk dari sela sela tembok yang sudah rapuh.
”Kalau untuk keperluan mandi ya terpaksa numpang ke tetangga. Paling kalau ngangsu untuk cuci piring saja,” katanya.
Sementara jika BAB ke pinggir kali, karena di rumah peninggalan orang tua saya ini tidak ada MCK-nya,” kata Kartomi yang berprofesi sebagai kuli serabutan saat ditemui di rumahnya.
Untuk penerangan saat malam hari, Ato bercerita hanya mengandalkan 2 lampu minyak.
Dia menuturkan, dulu pernah menumpang listrik tetangga tapi diputus karena sering telat bayar iuran. Kemudian sempat menumpang lagi. Namun karena lagi-lagi tak mampu iuran, akhirnya aliran listrik diputus.
”Akhirnya saya bersama istri pasrah, mungkin sudah takdirnya. Sudah 5 tahun, saya tidak menggunakan listrik,” ungkapnya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, Ato hanya mengandalkan tetangga sekitar yang meminta bantuan tenaganya atau bekerja serabutan. Sering juga dirinya dipercaya sebagai joki merpati di kolongan.
”Kalau kerja ya seadanya. Sering juga jadi joki merpati di kolongan. Lumayan untuk jajan anak. Rencananya dalam waktu dekat saya akan merantau ke Jakarta,” tuturnya.
Ato terpaksa tinggal di rumah peninggalan orangtuanya karena tak ada pilihan. Dia sempat berniat mengontrak rumah, tapi tak memiliki uang untuk membayar sewa. Meski tinggal dalam keadaan keterbatasan, dirinya bersyukur karena masih mendapatkan bantuan dari pemerintah, seperti bantuan PKH, KIS dan KIP.
”Untuk kebutuhan sehari hari saja susah, apalagi untuk mengontrak rumah,” katanya.
Ato berharap, pemerintah bisa membantu keluarganya untuk mendapatkan hunian yang layak. ”Yang terpenting kedua anak saya bisa sekolah dan bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi semuanya,” tandasnya. (fid)