Forpeta Pertanyakan Klaim Keraton Yogyakarta Soal SHM Tanah Warga Kulon Progo

Jumat 20-05-2022,11:29 WIB
Editor : Imron Rosadi

YOGYAKARTA (Disway Jogja) - Sejumlah warga Kelurahan Kembang dan Giripurwo, Kabupaten Kulon Progo menyerahkan sertifikat tanah Sultan Ground atau SG secara sukarela kepada Keraton Yogyakarta pada Jumat (13/5).

Disebutkan bahwa dalam Peraturan Daerah Istimewa (Perdais) Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2017 bahwa terhadap Tanah Kasultanan dan Kadipaten perlu dilakukan penatausahaan pertanahan yang dalam hal ini merupakan kewenangan Kasultanan dan Kadipaten.

“Terdapat beberapa warga masyarakat yang sukarela menyerahkan tanah bersertifikat hak milik kepada pihak Kasultanan sebab tanah tersebut merupakan tanah Kasultanan ," kata Penghageng Tepas Panitikisma Keraton Yogyakarta GKR Mangkubumi.

Tanah bersertifikat tersebut, lanjutnya, merupakan tanah Kasultanan berdasarkan Legger dan peta desa tahun 1938.

“Sebagai bentuk apresiasi dari Keraton Yogyakarta, warga dari Kalurahan Kembang yang sukarela mengembalikan sertifikat tanah SG ini akan diberikan Surat Kekancingan dari Keraton Yogyakarta," ujar putri sulung Sri Sultan Hamengku Buwono X tersebut.

Kemudian, warga dari Giripurwo akan diberikan surat penghargaan karena tidak berniat untuk memanfaatkannya kembali.

Di sisi lain, Forum Peduli Tanah DIY untuk NKRI atau Forpeta NKRI mengatakan bahwa pernyataan Keraton Yogyakarta soal tanah Kasultanan berdasarkan Legger dan peta desa tahun 1938 perlu diluruskan.

Ketua Forpeta NKRI Zealous Siput Lokasari menyebut sertifikat hak milik (SHM) yang diserahkan warga Kulon Progo tersebut merupakan harta berharga turun temurun.

"Leluhur mereka menggarap tanah tersebut sejak zaman Belanda yang saat itu adalah tanah pemerintah Hindia Belanda yang diserahkan ke keraton sebagai pinjaman dengan sebutan Sultan Ground," ujar Siput pada Rabu (18/5).

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, lanjutnya, SG telah dihapus beralih menjadi tanah milik rakyat yang dikuasai negara.

Menurut Siput, aturan feodal zaman Belanda yang melandasi SG tersebut telah dihapus oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX melalui Perda DIY Nomor 3/1984.

"Jadi, klaim Keraton Yogyakarta atas dasar Legger dan peta desa tahun 1938 pada tanah SHM warga Kulon Progo sebagai SG tidak berdasarkan undang-undang," jelasnya.

Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai kepala daerah DIY saat itu telah memberikan tanah kepada warga dan desa serta menerbitkan sertifikat hak milik berdasarkan Perda DIY Nonor 5/1954.

"Tanah bersertifikat hak milik tersebut sejatinya adalah milik warga Kulon Progo dan bukan SG," kata dia. (mcr25/jpnn)

Tags :
Kategori :

Terkait