Sound Horeg Ancam Pendengaran Permanen, Dokter THT UMY Beri Peringatan Keras
Dosen sekaligus Dokter Spesialis THT Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dr. Rizka Fakhriani, mengungkapkan paparan suara dari sound horeg tidak sebanding dengan hiburan yang disajikan.--dok. UMY
BANTUL, diswayjogja.id - Dosen sekaligus Dokter Spesialis THT Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dr. Rizka Fakhriani, mengungkapkan paparan suara dari sound horeg tidak sebanding dengan hiburan yang disajikan.
Menurut dr. Rizka, sound horeg menjadi daya tarik sebagian masyarakat karena sensasi getaran fisik yang menyenangkan dan atmosfer yang energik, terutama dalam acara keramaian.
Namun, di balik kemeriahan tersebut terdapat risiko besar yang mengintai. Rizka menegaskan bahwa tingkat kebisingan yang melebihi batas wajar pada sound horeg berpotensi menyebabkan kerusakan permanen pada telinga bagian dalam.
Mekanisme Kerusakan dan Dampak Permanen
Rizka menjelaskan bahwa suara keras dengan intensitas dan frekuensi di atas batas aman dapat memicu stres oksidatif dan peradangan pada sel-sel rambut di koklea (rumah siput), telinga bagian dalam.
BACA JUGA : Digelar Dua Hari, PS HW UMY Jaring 27 Talenta Berbakat Sepak Bola Indonesia
BACA JUGA : Pelajar SMA Asal Amerika Serikat Belajar Filosofi Wiru Jarik dan Gerakan Tari di UMY
“Jika sel-sel rambut ini rusak, mereka tidak dapat beregenerasi, sehingga kerusakannya bersifat permanen dan tidak bisa diperbaiki,” ujarnya saat dihubungi, Sabtu (2/8/2025).
Kerusakan ini sangat mengkhawatirkan, terutama bagi anak muda yang masih memiliki masa depan panjang.
Menurutnya, pendengaran yang baik adalah salah satu pilar untuk sumber daya manusia (SDM) unggul, mendukung pendidikan, komunikasi, dan produktivitas kerja.
Sehingga kerusakan pada pendengaran akibat dampak dari sound horeg berisiko mengganggu seluruh aspek kehidupan.
BACA JUGA : Mahasiswi UMY Ciptakan Inovasi Makanan Sehat Praktis Berbasis Buah dan Sayur
BACA JUGA : Pemain Timnas Jerman U-15 Berdarah Indonesia Said Brkic Main Bareng Akademi HW di Lapangan UMY
Dr. Rizka mengungkapkan bahwa anak-anak menjadi golongan yang memiliki risiko lebih tinggi karena kurangnya pengetahuan mengenai bahaya kebisingan, khususnya yang ditimbulkan dari sound horeg.
Di fase usianya yang masih tergolong lugu, mereka cenderung mengabaikan penggunaan alat pelindung pendengaran. Orang yang paling rentan berikutnya adalah mereka yang sering terpapar suara keras secara langsung dan berkepanjangan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: