Penataan Malioboro Dinilai Perlu Mencontoh Singapura dan Malaysia
Direktur Arsitek Komunikasi (Arkom) Indonesia Yuli Kusworo (paling kanan) dan aktivis jaringan masyarakat Elanto Wijoyono (dua dari kanan) meminta otoritas terkait untuk belajar penataan Malioboro dari Malaysia dan Singapura, di kantor LBH Kota Yogyakarta--Foto: Anam AK/diswayjogja.id
YOGYAKARTA, diswayjogja.id - Pengamat tata ruang perkotaan meminta pemerintah kota (Pemkot) Yogyakarta dan pihak terkait perlu belajar dari Malaysia dan Singapura.
Hal tersebut saat pemkot Yogyakarta dan Pemda DIY terus melakukan pembenahan di Malioboro sebagai UNESCO World Heritage City khususnya di kawasan sumbu filosofis Yogyakarta.
Direktur Arsitek Komunikasi (Arkom) Indonesia, Yuli Kusworo, mengatakan ketika masyarakat ingin ke Malioboro yang dicari adalah Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai entitas pasar.
"Menurut saya, kalau bicara aturan, tinggal bagaiman aturan itu bisa mengakomidir berbagai jalan kehidupan ruang kota. Yang sedang di tata sekarang Malioboro dan UNESCO World Heritage City. Apa yang jngin dicapai dari label tersebut, apakah kesejahteraan rakyat kecil," ungkap Yuli, Kamis (2/1/2025), di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Yogyakarta.
Ruang PKL yang akan ditata dengan label internasional, dinilai Yuli, pemerintah perlu mencontoh metode yang ada di kota-kota Asia Tenggara.
BACA JUGA : 1.041 Pedagang Malioboro Tuntut Pemda DIY Libatkan Mereka Soal Proses Relokasi Lapak
BACA JUGA : Siap Ditempati, Ratusan Pedagang Kaki Lima Ambil Undian Lapak Teras Malioboro 2
"Di Asia Tenggara, kalau bicara world Heritage City ada di Penang, Malaka, Bangkok dan seterusnya. Kita bisa melihat pemerintah sebaiknya belajar dari tempat-tempat tersebut,” katanya.
Kota-kota di Asia Tenggara tersebut, bisa diintegrasikan ruang informal dan ekonomi kerakyatan dalam satu kawasan yang diberi label warisan budaya dunia.
"Apakah memindahkan PKL sekedar memindahkan fisiknya? Saya kira tidak, karena ini berbicara ruang ekonommi. PKL Malioboro punya karakteristik berdagang," ujarnya.
Menurut Yuli, arsitek Belanda Thomas Karsten pada tahun 1930 menata PKL dengan membuat Pasar Beringharjo. Penatan itu dilakukan dengan proses yang baik dan memanusiakan manusia.
BACA JUGA : Lindungi Kelompok Rentan, Pemkot Yogyakarta Intensifkan Pengawasan Kawasan Bebas Rokok di Malioboro
BACA JUGA : Malam Tahun Baru, Car Free Night Diterapkan di Kawasan Malioboro
"Dulu PKL ini didata, Tomas Karsten contohnya di Pasar Johar, Pasar Beringharjo, didesain atas masukan Karsetn dan bagaimana memanuasiakan orang," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: