Raperda Pajak dan Retribusi Daerah Siap Ditetapkan Perda Kota Tegal

Raperda Pajak dan Retribusi Daerah Siap Ditetapkan Perda Kota Tegal

PEMBAHASAN AKHIR – Ketua Pansus II DPRD Kota Tegal Edy Suripno memimpin pembahasan akhir Raperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Ruang Rapat Pansus II, Kamis (26/10/2023).-K. ANAM SYAHMADANI/RADAR TEGAL -

TEGAL, DISWAYJOGJA - Setelah melalui pembahasan selama kurang lebih delapan bulan, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah siap ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kota Tegal. Panitia Khusus (Pansus) II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tegal telah melakukan pembahasan akhir melalui Rapat Kerja yang digelar di Ruang Rapat Pansus II, Kamis (26/10/2023).

BACA JUGA:Ketua Bapemperda DPRD Kota Tegal Dorong Raperda Ketahanan Pangan Segera Disusun

Rapat Kerja Pansus II dipimpin Ketua Pansus II Edy Suripno dan Wakil Ketua Pansus II Sisdiono, serta dihadiri Wakil Ketua DPRD Habib Ali Zaenal Abidin, Anggota Pansus II Ely Farisati, Bayu Arie Sasongko, Tim Asistensi Raperda Pemerintah Kota Tegal (Pemkot), Organisasi Perangkat Daerah, serta instansi terkait.

Pembahasan pertama mengenai Pajak Listrik. Kepada Pansus II, Manager PLN Unit Pelaksanan Pelayanan Pelanggan Tegal Aditya Darmawan memaparkan, sesuai peraturan perundang-undangan terbaru, nomenklatur Pajak Penerangan Jalan (PPJ) berubah menjadi Pajak Barang Jasa Tertentu (PBJT). Selanjutnya, penjelasan disampaikan Asisten Manager Ikhwan.

BACA JUGA:Pembahasan Raperda Pajak Hiburan Khusus di Kota Tegal Berlangsung Alot

Asisten Manager Ikhwan menjelaskan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 yang ditindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2023 mengamanatkan harus ada perubahan Perda untuk penyebutan PBJT mulai Januari 2024. Jika tidak, dasar pemungutan pajak tidak sesuai. PLN sudah mengundang seluruh OPD Kota Tegal, Brebes, Pemalang, dan Slawi untuk berdiskusi mengenai penyusunan Raperda tersebut.

PLN membutuhkan dukungan Perda untuk menjadi dasar pemungutan. Risiko jika Perda belum terbit, tidak bisa melakukan pemungutan, ungkap Ikhwan.

Wakil Ketua Pansus II Sisdiono menyampaikan, harapan yang disampaikan PLN termaktub dalam Raperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 34 Ayat 3. Dalam Raperda ada pemungutan retribusi pemakaian kekayaan daerah. Tiang listrik PLN, Telkom, dll, sehingga nanti, menurut Raperda, setiap pemasangan baru, akan dikenakan retribusi. Dilakukan sekali setiap memasang, ujar Sisdiono.

Berikutnya, pembahasan dilanjutkan dengan pemaparan dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Pertanian dan Pangan (DKPPP). Dijelaskan Kepala DKPPP Sirat Mardanus, sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Pasal 56, struktur tarif retribusi menyesuaikan.

Sebelumnya, tarif diambil dari prosentase nilai produksi ikan. Namun karena dianggap pengenaan obyek yang sama dengan PNBP, maka dalam Raperda mengenakan tarif pelayanan pelelangan. DKPPP telah melakukan pendekatan ke nelayan dan pedagang. “Kami menyediakan, jasa pelelangan, dan mengenakan tarif atas jasa tersebut,” papar Sirat.

Sirat mengemukakan, besarannya, melakukan pendekatan 2,78 persen. Nelayan 1,66 persen, bakul 1,22 persen. Setelah dilakukan ditemukan range terkecil nilai transaksi jual Rp0 sampai Rp500.000 dikenakan retribusi Rp15.000, rinciannya Rp9.000 dari nelayan dan Rp6.000 dari pedagang. Sementara range terbesar nilai transaksi jual sampai Rp612.000.000. “Rinciannya, Rp10.156.0000 dari nelayan dan Rp6.853.000 pedagang,” imbuh Sirat.

Selain retribusi jasa atas pelelangan, Sirat mengungkapkan, juga ada retribusi terkait penggunaan fasilitas tempat pelelangan ikan untuk mewadahi nelayan yang sudah mempunyai pembeli ikan, namun tidak dengan cara lelang, dikenakan tarif Rp42.000 per meter per har, dengan rincian Rp25.000 nelayan, Rp17.000 pedagang.

Pemaparan selanjutnya oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Nany Lestari lalu Kepala Dinas Perhubungan Abdul Kadir. Pansus II menyatakan menolak usulan kenaikan tarif parkir kendaraan jenis mobil sedan, jip, minibus, dan sejenisnya di tepi jalan umum dari Rp3.000 menjadi Rp4.000. Pansus II meminta tarif parkir mobil di tepi jalan umum tetap Rp3.000.

Kenaikan tarif parkir mobil menjadi Rp4.000 akan menimbulkan dampak sosial di tengah kondisi perekonomian warga saat ini. Sebelum menaikan tarif itu, agar terlebih dulu tata kelola parkir dilakukan penataan.Berulangkali telah disampaikan, tata kelola parkir agar dikelola, potensi didata, dibenahi, baru tarif boleh dinaikkan secara signifikan, sebut Anggota Pansus II Bayu Arie Sasongko.

Bayu mengkhawatirkan kenaikan tarif parkir mobil menjadi Rp4.000 juga akan berdampak terhadap naiknya tarif parkir khusus di pusat perbelanjaan. Selain itu, memunculkan banyaknya tukang parkir di jalan tersier dan sekunder. Agar teratur, Bayu menyarankan petugas parkir di tepi jalan umum diberi identitas dan mereka yang terdata lah yang berhak menarik parkir. Jika hanya berbekal rompi dan peluit yang dibeli di toko lalu bisa menarik uang masyarakat, itu pungli namanya, terang Bayu.

Anggota Pansus II Ely Farisati menyampaikan sepakat tarif parkir mobil di tepi jalan umum tetap Rp3.000, tidak naik menjadi Rp4.000. Masa lebih besar Kota Semarang, lebih tinggi Kota Semarang? Jangan sampai di Kota Tegal tarif parkirnya dicap mahal, dan akhirnya dari yang semula ingin mendapatkan pendapatan, namun malah merugikan diri sendiri, ucap Ely.

Sementara untuk usulan kenaikan tarif parkir sepeda motor di tepian jalan umum yang semula Rp1.000 menjadi Rp2.000, Pansus II menyatakan setuju.

Diinformasikan lebih lanjut, pajak daerah dan retribusi daerah merupakan kebijakan desentralisasi fiskal Pemerintah Pusat yang ditujukan dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah (local taxing power) dan  kapasitas fiskal (fiscal capacity) daerah untuk menjalankan setiap urusan yang dilimpahkan kepada daerah.

Pemerintah Daerah (Pemda) diberikan kewenangan memungut pajak dan pungutan memaksa lainnya (retribusi dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah) sebagai bagian dari pendapatan asli daerah.

Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah, Pemerintah merasa perlu untuk melakukan perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah dan pemberian diskresi dalam penetapan tarif, sehingga kewenangan pungutan di daerah semakin luas dengan adanya penambahan beberapa jenis pajak dan retribusi baru.

Desentralisasi fiskal merupakan dimensi otonomi daerah yang memberikan ruang bagi daerah untuk membangun kemandirian. Kebijakan pajak dan retribusi merupakan hasil pilihan atas sejumlah alternatif dari berbagai sistem untuk mencapai tujuan perpajakan secara efektif dan efisien, prinsip prosedural yang mencakup kepastian, stabilitas.

Sederhana dan praktis juga penting dalam pembaruan kebijakan pajak dan retribusi. Melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pemda memiliki kewenangan lebih luas untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah. Eksistensi pendapatan daerah dan retribusi daerah diharapkan mampu menjadi sumber pendanaan daerah yang diperoleh secara efektif. Dengan demikian, tidak mendistorsi konstelasi sosial di daerah.

Dikatakan, Pemda harus meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya terutama aparat perpajakan baik kualitas intelektual maupun kualitas moralnya, Pemda harus mampu menggali sumber-sumber pajak dan retribusi daerah baik melalui cara intensifikasi maupun melalui cara ekstensifikasi dengan menggali objek-objek pajak baru.

Suatu pajak daerah (pajak lokal) dan reribusi daerah sebagai suatu keputusan politik, haruslah terlebih dahulu mendapat masukan (aspirasi) dari masyarakat lokal agar tidak terjadi keberatan dan penolakan untuk membayarnya, termasuk besaran tarif pajaknya. Apakah suatu pajak daerah atau retribusi daerah telah menerapkan efisiensi ekonomi atau tidak, perlu dikaji dengan teliti.

Sebagai informasi, Raperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ditetapkan paling lambat dua tahun terhitung sejak tanggal diundangkanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Paling lambat 5 Januari 2024, Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sudah harus ditetapkan.

Setelah pembahasan akhir telah dilakukan Pansus II dan Tim Asistensi Raperda Pemkot, Raperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah rencananya akan ditetapkan menjadi Perda bersamaan penetapan Raperda Keolahragaan dalam Rapat Paripurna DPRD yang akan digelar Jumat siang (27/10). Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah akan mulai berlaku 1 Januari 2024. (*)

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: