Fantastis! di Jateng Terjadi 1.224 Kasus Bullying, Polda Edukasi Santri

Fantastis! di Jateng Terjadi 1.224 Kasus Bullying, Polda Edukasi Santri

Polda Jateng memberikan edukasi kepada santri tentang kasus bullying.-DOK.-

KAJEN, DISWAYJOGJA - Kasus bullying dan kekerasan terhadap anak selama 2022 di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah jumlahnya cukup fantastis. Jumlahnya mencapai 1.224 kasus.

BACA JUGA:6 Bulan, Polres Pekalongan Ungkap 19 Kasus Kekerasan Seksual

”Itu cukup fantastis jumlahnya. Tentu dengan banyaknya kasus-kasus ini maka kita semuanya perlu bersinergi seperti kegiatan hari ini adalah kolaborasi juga dari Polda Jateng, ponpes, dan melibatkan kami di DP3AP2KB Provinsi Jateng,” kata Sub Koordinator Perlindungan Anak DP3AP2KB Jateng Isti Ilma Patriani, usai memberikan pembekalan santri di Pondok Pesantren Assalam Kajen.

Menrut dia, upaya kolaboratif itu menjadi langkah yang penting agar anak-anak dilatih menjadi para agen perubahan atau agen 2P (pelopor dan pelapor). Dimana anak-anak didorong menjadi jogo konco.

BACA JUGA:Simak Perbedaan Antara Smart TV dan Android TV , Jangan Sampai Salah Pilih!

Artinya, lanjut dia, mereka seharusnya saling melindungi, saling menjaga sesama teman. Hal ini agar tidak menjadi korban maupun pelaku kekerasan atau bullying. ”Kita bersama-sama mewujudkan pondok pesantren yang ramah anak, terlebih sudah ada Peraturan Menteri Agama dan juga ada Permendikbud Ristek yang implementasinya saat ini kita tunggu bersama untuk pembentukan tim pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan,” kata Isti.

BACA JUGA:Gambar Serasa Nyata. Inilah 4 Rekomendasi TV Canggih dengan Layar OLED yang Wajib Kamu Miliki

Dengan langkah-langkah konkret inilah diharapkan bisa meminimalisir adanya kasus kekerasan maupun bullying, terutama di ponpes. Jika kasus kekerasan dan bullying bisa dicegah, maka anak-anak bisa bertumbuh dengan maksimal dan menjadi generasi yang hebat di kemudian hari. ”Kita lihat bahwasanya ponpes di Jateng jumlahnya cukup banyak. Ada 5059 pondok di Jateng,” kata Isti.

BACA JUGA:Gambar Serasa Nyata. Inilah 4 Rekomendasi TV Canggih dengan Layar OLED yang Wajib Kamu Miliki

Menurut Isti, tren kasus kekerasan terhadap anak dan bullying sebetulnya hampir sama dari tahun ke tahun. Di Jateng, kata dia, berkisar di angka 1.000 ke atas. Namun jika bicara angka, perlu dilihat dari dua sisi.

”Ketika itu terlihat tinggi, maka kita lihat sisi masyarakat ini sudah berani untuk melaporkan jika ada kasus kekerasan. Artinya upaya pencegahan kita melalui sosialisasi itu sudah berhasil,” ujar Isti.

Disinggung faktor yang memengaruhi bullying, Isti mengatakan, faktornya cukup banyak. Salah satunya budaya patriarki di Jawa, bahwasanya anak maupun perempuan itu dianggap warga nomor dua. Inilah yang perlu dirubah paradigma berpikirnya bahwa perempuan dan anak ini mereka kelompok yang rentan dan harus dilindungi. Mereka memiliki hak yang sama dengan semua pihak.

”Budaya patriarki yang sangat kental ini perlu diberi pemahaman bahwa anak dan perempuan memiliki hak-hak yang sama. Faktor lainnya, masalah pemahaman tentang hak-hak anak masih minim. Anak dianggap miniaturnya orang dewasa sehingga bisa diperlakukan semena-mena dengan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi,” kata dia.

Sementara itu, Kabag Psikologi Polda Jateng AKBP Novian mengatakan, kegiatan pembekalan kepada para santri ini diinisasi oleh Ponpes Assalam Kajen, dengan mengundang beberapa ponpes lainnya.

”Kami dari bagian psikologi Polda Jawa Tengah memberi edukasi terhadap lingkungan-lingkungan yang berpotensi adanya gangguan kekerasan atau bullying yang sekarang marak. Kami berikan edukasi yang tujuannya untuk membekali para santri dan santriwati untuk memehami sekaligus memberikan problem solving di antara pribadi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang rawan terhadap kekerasan atau bullying,” ungkapnya.

Menurut AKBP Novian, dampak kekerasan terhadap anak dan bullying sangat banyak. Di antaranya, pihak sekolah akan dicibir. Anak yang jadi korban akan mengalami trauma, depresi, bahkan jika parah bisa bunuh diri. ”Nah menyikapi ini kita bisa memberi edukasi tadi, kemampuannya anak dioptimalkan, dan yang paling utama adalah problem solving di antara pribadi,” kata AKBP Novian.

”Saya senang hadir semuanya, para guru, kepala sekolah, ponpes, karena perangkat sekolah berperan. Guru bukan hanya saja pemberi materi, tapi guru mempunyai kemampuan konselor. Bagaimana dia tahu potensi-potensi anak yang punya bentuk karakter sebagai pelaku mungkin itu bisa dilakukan konseling. Di sini juga ada ruang konselingnya,” imbuh AKBP Novian. (had)

Artikel ini sudah pernah terbit di Radarpekalongan.id dengan judul

https://radarpekalongan.id/kasus-bullying-memprihatinkan/

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: