Pakar UGM Ingatkan Huntap Sumatra Harus Cegah Bencana Berulang

Pakar UGM Ingatkan Huntap Sumatra Harus Cegah Bencana Berulang

Analisis mantan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di UGM, Kamis (4/12/2025), ungkap penyebab banjir bandang Sumatra dipicu faktor nonalam seperti pembukaan lahan. Pemetaan ulang, mitigasi cuaca, dan pemulihan lingkungan dinilai mendesak.--Foto: Anam AK/diswayjogja.id

Berdasarkan kajian tersebut, Dwikorita menegaskan bahwa wilayah yang pernah terlanda banjir bandang tidak layak dijadikan lokasi Hunian Tetap (Huntap), terutama untuk hunian jangka panjang. Kawasan rawan seharusnya ditetapkan sebagai zona merah dan difungsikan untuk konservasi serta rehabilitasi lingkungan.

Pembangunan Huntap, lanjutnya, harus diarahkan ke zona aman, yaitu wilayah di luar bantaran sungai aktif, memiliki jarak aman dari lereng curam, serta tetap mempertimbangkan ketersediaan air baku dan layanan dasar lainnya.

Sementara itu, kawasan rawan masih dapat dimanfaatkan sebagai Hunian Sementara (Huntara) dengan sifat transisional dan batas waktu ketat, bukan sebagai hunian permanen.

Ia merekomendasikan agar pemanfaatan kawasan rawan untuk Huntara dibatasi maksimal tiga tahun dengan sejumlah persyaratan, seperti tersedianya sistem peringatan dini yang andal, penyusunan dan uji rencana kedaruratan, penguatan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat, pembersihan material rombakan di wilayah hulu, penetapan zona penyangga berupa jalur hijau, serta pembangunan tanggul sungai yang memadai dan berkelanjutan.

BACA JUGA : Haedar Nashir Minta Warga Muhammadiyah Fokus Kemanusiaan di Tengah Bencana Sumatra

BACA JUGA : Sri Sultan HB X Serahkan Bantuan Rp3 Miliar untuk Tiga Provinsi Terdampak Bencana

Mitigasi Jadi Keputusan Strategis

Dwikorita menekankan bahwa penataan hunian pascabencana merupakan keputusan strategis jangka panjang yang akan menentukan keselamatan masyarakat di masa depan.

“Jika pembangunan pascabencana mengabaikan karakter geologi dan memori bencana, maka pemulihan justru berpotensi menciptakan bencana baru,” pungkasnya.

Ia menegaskan, kebijakan Huntara dan Huntap harus berpijak pada ilmu kebencanaan, mitigasi risiko, pemulihan lingkungan, serta tanggung jawab antargenerasi agar proses pemulihan tidak hanya cepat, tetapi juga aman dan berkelanjutan.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait