SLEMAN, diswayjogja.id -Perkumpulan Penambang Progo Sejahtera (PPPS) masih menunggu kepastian dari Pemerintah Daerah (Pemda) DIY terkait aturan larangan penggunaan alat mekanik bagi penambang pasir di Sungai Progo.
Ketua PPPS, Agung Mulyono, menyebut para penambang dijadwalkan akan melakukan audiensi dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X pada Senin (20/10/2025) untuk membahas solusi atas kebijakan tersebut.
“Sebetulnya kami masih menunggu besok audiensi sama Sri Sultan, masih besok Senin,” ujar Agung saat dihubungi, Jumat (17/10/2025).
Agung menjelaskan, permasalahan muncul karena aturan yang digunakan oleh pemerintah masih merujuk pada Undang-Undang tahun 1987, padahal sudah ada perubahan regulasi pada tahun 2009–2010 yang memperbolehkan penggunaan pompa mekanik untuk kegiatan tambang rakyat.
BACA JUGA : Penambangan Pasir Picu Kerusakan Bangunan di Sungai Progo, Warga: Penegakan Hukum Solusinya
BACA JUGA : DAM Sungai Progo Jebol, Menteri PU Berencana Tutup Akses Penambangan Material Pasir
“Pembahasannya kemarin masih pakai undang-undang yang lama tahun 1987. Padahal sudah ada perubahan dari 2009–2010 yang membolehkan pakai pompa mekanik. Kami ini sudah berjuang sejak 2015 dan baru dapat izin resmi pada 2019,” katanya.
Menurut Agung, para penambang masih bertahan di lokasi sembari menunggu hasil pertemuan dengan Gubernur DIY. Dia menyebutkan saat ini hanya beberapa perwakilan yang tetap berjaga di kawasan tambang.
“Yang masih bertahan di sini saya sama Mas Umar. Nanti ada pergantian juga,” tuturnya.
Agung menyatakan, apabila aturan yang digunakan tetap tidak berubah, pihaknya akan kembali bermusyawarah untuk menentukan langkah lanjutan, termasuk opsi aksi protes atau gugatan hukum.
BACA JUGA : Dukung Irigasi di Kawasan Pertanian DIY, Sri Sultan Minta BBWSO Bangun Lima Embung
BACA JUGA : Komisi A DPRD Bantul Dorong Agar BBWSO Segera Tangani Kerusakan Groundsill Srandakan
“Kalau aturannya tetap pakai yang lama, ya nanti kami rembukan lagi, mau aksi lagi atau ajukan gugatan,” jelas Agung.
Terkait opsi alternatif pekerjaan lain, Agung menilai rencana pemerintah menyediakan program padat karya tidak cukup menampung para penambang yang jumlahnya mencapai lebih dari 700 orang di sepanjang Sungai Progo.
“Kalau padat karya cuma bisa menampung 100 orang, enggak mungkin cukup. Kami sudah bertahun-tahun menambang, enggak salah, dan enggak mungkin langsung beralih begitu saja,” terangnya.